IMG_20160330_063855

Perjalanan selama sembilan hari yang membekas di hati. Petualangan di tanah suci kami mulai dari pukul sebelas malam dini hari. Keberangkatan tiba pada (26/03). Saya berangkat bersama kakek, nenek, ayah, ibu, dan adik. Kami berenam menuju Bandara Juanda T2 Surabaya, khususnya bagian keberangkatan internasional. Dengan berbekal pakaian dan segala jenis kebutuhan pribadi dalam sebuah koper hingga tas jinjing. Tepat pukul 5 pagi keesokan harinya kami melangkah memasuki pesawat Air Asia dengan keberangkatan menuju Bandara KLA2 Kuala Lumpur.
Setelah transit selama tujuh jam, pesawat yang akan mengantarkan kami ke tanah suci pun tiba dan kami bersama anggota rombongan lainnya mengantri untuk mendapat giliran memasuki pesawat. Perjalanan lintas benua ini kami lalui selama sembilan jam. Cukup lama bukan? Mengingat setiba di sana kami harus langsung melakukan ibadah wajib umrah, kami pun memutuskan untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk istirahat sehingga setiba di sana kami mampu melakukan ibadah dengan sebaik-baiknya.
Sekitar satu jam sebelum mendarat pramugari mengingatkan penumpang pria yang akan berumrah untuk mengenakan atau menyempurnakan pakaian ihramnya. Sekitar tiga puluh menit kemudian terdengar pemberitahuan bahwa pesawat akan melintasi Yalamlam, yaitu salah satu tempat yang ditetapkan untuk memulai ihram. Peringatan itu pertanda bagi jamaah umrah untuk segera mengucapkan niat ibadahnya.
Pukul 22.00 waktu setempat kami pun akhirnya menjejakkan kaki di Jeddah dengan selamat. Puji syukur Alhamdulillah, Allah telah mengabulkan salah satu cita-cita ibu dengan mengizinkan kami sekeluarga untuk mengunjungi rumah suci-Nya.
Selama satu jam kami berbenah diri dan melakukan persiapan ibadah wajib umrah. Sekitar pukul 02.00 kami beserta rombongan pun berangkat dengan menaiki bus kota. Perjalanan yang hanya berlangsung selama beberapa menit ini mengantarkan kami menuju Masjidil Haram. Takjub tak dapat saya tutupi, ketika kami memasuki pintu 79 yang diberi nama pintu King Fath. Tak kurang dari lima menit, satu kotak besar terbungkus kain hitam yang berhiaskan benang warna emas telah tampak di depan mata. Ya Allah, inikah yang disebut Kakbah? Sangat sederhana, tetapi mampu memikat hati orang sedunia.
Tanpa terasa, air meleleh dari kedua mata saya. Serasa diri ini sangat dekat dengan Allah. Seolah Allah tahu saya telah datang dan bersilaturahim di rumah-Nya.
“Bismillahi Allahu Akbar. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Besar”.
Saya lambaikan tangan ke arah hajar aswad, kemudian memulai tawaf dengan berjalan berputar berlawanan arah jarum jam mengelilingi Kakbah. Serangkaian dzikir dan doa terucap sepanjang langkah kaki saya memutari Kakbah hingga tujuh kali. Selama itu pula hati, pikiran, dan perasaan saya sepenuhnya tertuju kepada Sang Pencipta. Perasan takjub kian lama beralih menjadi syukur. Dari syukur hati saya beralih menjadi khidmad dan nelangsa. Sambat di hadapan-Nya. Seluruh rasa berbaur menjadi satu. Syukur, kesedian, kebahagian, kekecewaan, kemarahan, dan kesakitan tumpah keluar bersama air mata yang terus mengalir tanpa sanggup terbendung. Setiap saya berusaha menghentikannya, air mata kembali jatuh setiap saat saya menatap hajar aswad. Perasaan rindu yang asing selalu merambati hati saya. Saya ingin kesana, saya ingin menciumnya, saya ingin menyentuhnya, saya ingin memeluknya. Apa daya, Allah masih belum mengizinkan saya. Mungkin inilah cara-Nya memotivasi saya untuk dapat kembali singgah di rumah-Nya. Namun dari kejauhan saya