Papua untuk menndirikan negara sendiri,” tambah ayah dari lima anak itu.
Rosyid juga menegaskan, bhinneka tunggal ika adalah bentuk realitas yang tidak dapat dihindari. Menolaknya berarti mengingkari realitas bangsa di mana bangsa Indonesia adalah negara yang majemuk, dengan berbagai suku, bahasa, agama, dan budaya.

Ketahanan Diri Melalui Prestasi

Menurut Syamsul, perkara ketahanan diri mahasiswa bukan lagi hal baru. Ia mengaku, sejak diamanahi menjadi Wakil Rektor III UM, dirinya mempunyai lima tantangan yang harus dilakukan. Pertama, bagaimana meningkatkan keimanan dan ketaqwaan mahasiswa. “Dalam hal ini mahasiswa harus dapat menjadi pribadi yang moderat dan toleran, tidak condong ke ekstrem kanan atau kiri,” papar Samsul. Kedua, bagaimana membangun semangat kebangsaan dan NKRI. Ketiga, bagaimana cara agar mahasiswa mampu mengatasi penyalahgunaan NAPZA. Keempat, bagaimana cara agar mahasiswa mampu mempersiapkan diri menyongsong masa depan yang membolehkan pergaulan bebas. Kelima, bagaimana cara agar dapat mempersiapkan diri mahasiswa menjadi wirausahawan.
Ada beberapa strategi yang dilakukan untuk memenuhi tantangan tersebut. “Mahasiswa harus menguatkan kreativitas-kreativitas dan potensi dirinya dengan aktif mengikuti kegiatan di kampus,” tutur WR III. Untuk membendung paham ekstrem kanan dan ekstrem kiri yang menentang UUD dan NKRI, juga paham-paham yang menentang norma agama dan budaya, WR III ingin membuat mahasiswa sibuk di dalam kampus. Kampus menawarkan beberapa bidang yang dapat dipilih mahasiswa selain pembelajaran di kelas. Dalam bidang penalaran, WR III berharap mahasiswa dapat aktif membuat Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Dengan membuat PKM, Samsul berharap mahasiswa dapat membuat gerakan nyata. “Tugas mahasiswa adalah mendalami dan mengembangkan bidang ilmunya,” tegas Samsul.
Selain bidang penalaran, UM juga menawarkan bidang bakat minat. UM memiliki banyak organisasi mahasiswa (ormawa) yang terbagi dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan ormawa bersifat pemerintahan. UM menyediakan banyak fasilitas untuk mengembangkan potensi mahasiswa.
Kehidupan mahasiswa tak hanya di dalam kampus, tetapi juga di luar kampus. Kehidupan di luar kampus sudah bukan lagi wewenang UM. “Dari awal mahasiswa harus membangun ketahanan diri. Ketahanan diri dalam bentuk ideologi dan mental,” tutur Samsul. Samsul menganalogikan mahasiswa layaknya fisik manusia. Ketika ketahanan dirinya kuat, segala bentuk virus dan bakteri tak akan mampu menyerang. Untuk dapat meningkatkan daya tahan tubuh, seseorang membutuhkan vitamin. Kesibukan-kesibukan mahasiswa untuk mengembangkan kreativitas dan potensi diri inilah vitaminnya.
Samsul menegaskan, untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada, dibutuhkan misi-misi jangka panjang. Strategi-strategi harus dilakukan secara kontinu, istikamah, bukan parsial dan tidak bisa sederhana. “Tak boleh istirahat bahkan sejenak karen mahasiswa silih berganti,” tegas Samsul.
Menurut Samsul, kegiatan ekstrakurikuler dan akademik di kelas harus bersinergi. Selain itu, pengembangan kehidupan beragama di perguruan tinggi perlu terus dikembangkan. Untuk mempersiapkan mahasiswa yang berjiwa wirausaha, UM merencanakan matakuliah kewirausahaan dijadikan sebagai matakuliah wajib di semua jurusan. “Saya ingin mahasiswa kita lulus bukan menjadi apa, tapi membuat apa,” tegas Samsul. Samsul juga menegaskan, langkah mahasiswa dalam menyongsong masa depan harus mulus, tidak boleh ada catatan negatif.

Peraturan Kehidupan Beragama di UM

Penggunaan aturan juga menjadi kekuatan tersendiri dalam menghalau perkembangan ideologi ekstrem di kampus. Yusuf Hanafi mengatakan, telah disusun draf peraturan yang mewajibkan seluruh kegiatan beragama di kampus untuk berkomitmen pada empat pilar kebangsaan. Dalam draf tersebut juga terdapat pelarangan bagi civitas academica untuk mengikuti organisasi yang menentang falsafah dan haluan negara. Termasuk ikut menyebarkan paham ekstremis dan radikal. Penggunaan lambang dan atribut UM juga tidak luput dari pengawasan. Lambang-lambang dan atribut UM tidak boleh digunakan untuk mempropaganda masa dengan tujuan mendukung organisasi yang tidak mempunyai komitmen pada NKRI.
Pada kenyataanya beberapa kelompok ekstrem mencantumkan lambang dan atribut UM, baik berupa media cetak maupun dalam digital. Yusuf memberikan contoh kasus yang terjadi dalam penggunaan nama UM oleh HTI. “Ketika ada HTI chapter UM, hal ini menjadi aneh,” kata Yusuf. Kasus ini dikembalikan lagi pada situasi bahwa mereka anti NKRI sedangkan UM adalah milik pemerintah. Perkara peradilan pun dapat dikenakan apabila hal itu dilakukan. Unit-unit di UM yang terbukti mendukung organisasi yang dimaksud akan dikenai sanksi berjenjang, mulai dari peringatan, peringatan keras, pembekuan sementara, hingga pembubaran.
Peraturan mengenai kehidupan beragama di UM sebenarnya adalah bahasan lama. Yusuf menegaskan, selama menjadi ketua P2KB ia berusaha bertindak tegas. Ketika ada selebaran-selebaran yang mengindikasikan anti-NKRI akan dilaporkan dan dibersihkan. “Sesuai pesan Rektor, apabila HTI, MHTI, dan Gema pembebasan mengadakan kampanye di kampus, sobek!” ujar Yusuf.

Berpolitik Kenegaraan dengan Cerdas

Menurut pandangan Dedi Kuswandi, meningkatkan ketahanan mahasiswa dapat dilakukan melalui dua sisi, yaitu dari sisi mahasiswa dan dosen. Selama ini disinyalir pengetahuan mahasiswa masih kurang tentang sejarah Indonesia, Pancasila, dan UUD 1945. Mereka minim mendapatkan itu. Meskipun ada mata kuliah yang mendukung seperti Pendidikan Pancasila, tetapi, tidak di semua fakultas. Dedi menegaskan, mahasiswa perlu mendapat lebih banyak pengetahuan dan wawasan, seperti halnya tentang G30S/PKI. Mereka perlu mengetahui proses kronologi kejadian tersebut serta bentuk analisisnya. Selain wawasan kebangsaan, pengetahuan agama juga perlu ditekankan kepada mahasiswa. Miris dirasakan Dedi tatkala melihat banyak mahasiswa muslim yang tidak salat dan justru ramai ketika azan. “Bagaimana bisa mereka membentuk ketahanan jika keagamaannya seperti itu?” ujar dosen fotografi itu.
Dari segi dosen, fungsi dan tugas mereka perlu diperjelas kembali. “Dosen ada bukan hanya  untuk mengajar, tetapi juga mendidik,” ungkap Dedi. Memang mereka mempunyai disiplin ilmu masing-masing. Namun, sembari mengembangkan akademik, juga perlu ditanamkan nilai-nilai kebangsaan dengan cara-cara yang menarik. Sehingga internalisasi empat pilar kebangsaan akan lebih maksimal.
Dedi menilai media sekarang memberitakan sesuatu dengan cara yang bombastis. Informasi yang disampaikan bisa benar juga bisa salah. Apabila mahasiswa tidak siap dengan pikiran yang benar dapat terbawa melenceng. Sebenarnya Dedi memberikan apresiasi yang baik terhadap sikap selalu ingin tahu. Sayangnya, tidak jarang informasi yang diperoleh ditelan begitu saja karena tidak ada saringan berupa pengetahuan. “Tentu saja mahasiswa harus selektif,” kata dosen Jurusan Teknologi Pendidikan itu.
Terdapat tiga aspek yang perlu diterapkan untuk memberikan wawasan kebangsaan, yaitu kompetitif, kooperatif, dan kolaboratif. Dalam hal kompetitif, mahasiswa dituntut untuk dapat saling bersaing dengan yang lain sehingga timbul kreativitas. Kemudian, kooperatif dapat dicapai dengan adanya sinergi antarfakultas dan antarpimpinan hingga ke rektorat. Berbeda dengan