Oleh Esti Vita Ningtias

Judul Film    : Dil Dhadakne Do
Sutradara     : Zoya Akhtar
Produser       : Ritesh Sidhwani dan Farhan Akhtar
Genre Film    : Drama Komedi
Durasi             : 171 menitJika ada begitu banyak kesalahpahaman dalam satu keluarga, bagaimana bisa orang mengharapkan perdamaian dunia?”Pluto
“Rumahku, surgaku”, seperti halnya peringatan kematian di bungkus rokok begitu juga pepatah ini sudah kerap terdengar di telinga, dan juga lebih sering untuk dihiraukan. Bagaimana anak bersikap merupakan cerminan sebuah keluarga di mana ia dibesarkan. Namun, bagaimana apabila sebuah keluarga hanyalah sebuah panggung teater yang penuh dengan kepura-puraan agar mendapatkan citra yang baik di masyarakat. Masihkah bisa disebut keluarga?
Seperti halnya film-film Bollywood lain yang lebih banyak mengangkat tema keluarga dan percintaan. Film Dhil Dhadakne Do yang disutradarai oleh Zoya Akhtar ini  memotret realitas keluarga di India namun juga bisa digenerelasikan dengan negara lain seperti Indonesia. Bukan bagaimana keluarga ideal itu, namun bagaimana anggota keluarga itu saling mendengarkan sebagai dasar terjalinnya rumah tangga yang nyaman bagaikan istana. Sebuah tema yang umum, namun dapat menggelitik hati dengan cara yang sederhana dan menghibur.
Keluarga Mehra merupakan salah satu keluarga elit di New Delhi. Keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan  dua anak ini akan melangsungkan ulang tahun pernikahan yang ke-30. Keluarga Mehra menyewa kapal pesiar dengan destinasi Yunani dan Turki untuk merayakan ulang tahun pernikahan Kemal dan Nilaam Mehra.
Ayesa, anak pertama keluarga Mehra, yang dalam film ini mewakili isu gender dan feminisitas dihadapkan dengan berbagai masalah dalam hidupnya. Pernikahan yang dijalaninya atas perjodohan tidak kunjung memunculkan cinta di hati Ayesa bagi suaminya. Lain Ayesa lain juga Kabir, jika Ayesa sangat berbakat dalam bisnis seperti ayahnya, maka Kabir sama sekali tidak memiliki ketertarikan terhadap bidang tersebut. Kabir lebih menikmati bidang penerbangan. Namun dengan posisinya sebagai satu-satunya anak laki-laki, maka ia memiliki tanggungjawab untuk meneruskan bisnis ayahnya. Ketidakengganan Kabir ini terus disimpan dalam hati hingga ia bertemu dengan Farah Ali, penari di bar kapal layar. Ia jatuh cinta pada pandangan pertama pada gadis beragama Islam tersebut. Namun sekali lagi, ia hanya bisa bungkam dengan kepetusan ayah-ibunya yang menjodohkannya dengan Noorie Sood demi kesepakatan bisnis.
Tidak hanya anak-anak Mehra saja yang memiliki masalah dalam hidup. Sudah sejak lama orang tua mereka tidak harmonis. Namun untuk menjaga nama baik keluarga, Kamal dan Nilaam selalu bersandiwara di depan kolega sebagai pasangan yang saling menyayangi. Pada kenyataannya, mereka tidak saling mendengarkan dan memahami walaupun pada awal perjumpaan meraka jatuh cinta pada pandangan pertama saat Kamal belum sukses. Konflik-konflik ini akan memecah tepat saat perayaan ulang tahun pernikahan mereka di kapal pesiar.
Tidak seperti film Bollywood yang rata-rata mengambil transisi screenplay yang lembut dan cenderung dramatis, maka film ini dikemas dengan sinematografi yang patut diacungi jempol. Pengaturan pengambilan gambar pas tanpa dilebih-lebihkan sehingga terlihat lebih alami. Dengan adanya skenario yang ringan, humoris serta tidak terkesan menggurui. Selain kelebihan pada dialog yang cerdas dan humanis, film ini juga menyuguhkan pemandangan luar biasa dari beberapa destinasi wisata di Yunani dan Turki. Uniknya, film ini dinaratori oleh Pluto, anjing keluarga Mehra yang diisisuarakan oleh artis papan atas, Amir Khan.
Walaupun dengan tema yang ringan dan mainstream, namun film ini patut untuk ditonton. Lebih dari penghibur, film ini juga bisa menjadi cerminan bagaimana sepatutnya orangtua berlaku pada anaknya dan realitas hubungan keluarga di masyarakat. Pesan film ini adalah bukan bagaimana kamu membenci orangtuamu, tapi perbuatannya dan cara untuk memperbaikinya.
Penulis adalah mahasiswa jurusan Administrasi Pendidikan