Oleh Reza Amalia

Judul Film                 :  Bidadari Terakhir
Sutradara                 : Awi Suryadi
Produser                  : Dheeraj Koshore, Mashal, Chetan Samtani
Penulis Skenario    : Fauzan Adisuko, Priesnanda Dwisatria
Genre Film              : Drama
Rumah Produksi  : Ganesa Perkasa Films Imagine“Tata surya terbentuk oleh ledakan yang sangat hebat yang disebut Big Bang. Dari situ munculah bintang-bintang, matahari, planet-planet, dan angkasa luar berubah sama sekali. Persis seperti pertama kali aku ketemu kamu,” ini adalah ungkapan Rasya, seorang anak laki-laki SMA di Kota Balikpapan. Suatu ketika Rasya menceritakan rencananya kepada Hendra, sahabatnya. “Lulus SMA, aku akan kuliah di Geologi Perminyakan,” tak ayal sahabatnya menjawab sembari mendesak, “Selamat ya, kamu sukses menjadi impian semua orangtua di Balikpapan dan ini harus dirayain. Pokoknya nanti aku jemput jam 8 di rumah kamu.”
Pendapat Kehoe tentang semesta tersebut semakin terasa kebenarannya ketika kita merasakan alunan gelombang energi dari film “Bidadari Terakhir”. Sebuah cerita yang diambil dari kisah nyata perjalanan anak manusia di bumi Borneo. Energi yang mengalir mengisi, menyeimbangkan, dan menggerakkan rongga-rongga semesta.
Sebenarnya bagian yang menunjukan konsep “terakhir” dari bidadari ini begitu menarik untuk dijelajahi. Berkisah tentang seorang Eva yang berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK), mengisyaratkan bahwa hanya Eva seorang PSK yang memiliki jiwa bak bidadari, dan kematiannya menandakan tiada lagi bidadari seperti pribadi Eva. Impian, harapan, angan-angan dan cita-citanya telah berhasil menggerakkan semesta untuk mendekatkan Rasya kepada kehidupannya. Rasya adalah seorang pemuda tampan berusia 17 tahun, berjiwa sosial, dan berprestasi di sekolah. Keadaan yang mengisyaratkan usia penuh gejolak seperti nyala api.
Sebagian besar perjalanan dalam film berkisah tentang Rasya dan Eva. Rasya yang terlahir sebagai anak muda yang diharapkan ayahnya, anak muda yang bebas dari pergaulan kehidupan malam Balikpapan. Namun, semesta membawa Rasya pada Paradiso, salah satu icon kehidupan malam Balikpapan. Berawal dari ajakan seorang sahabat bernama Hendra yang memaksa Rasya menemani perjalanan malamnya sebagai wujud kesetiaan persahabatan dan penghormatan terhadap hari ulang tahun Hendra. Bagi Hendra Paradiso adalah surga dan bagi Rasya, Paradiso layaknya sebuah neraka. Mulanya, kehidupan malam Balikpapan cukup menyeramkan bagi Rasya. Ia hanya duduk termangu ditemani sebotol teh di sebuah meja, menunggu Hendra yang sedang “bertamu”.
Eva berjalan menghampiri meja yang sama di hadapan Rasya. Dalam sekejap, perbincangan menarik mengisi malam menakutkan Rasya, hingga tautan ketertarikan bersimpul pada pertemuan pertama itu hingga pertemuan ketiga Rasya menjadi “tamu” Eva. Satu hal yang pertama kali membuat Rasya tertarik, ketika ia bertanya kepada Eva mengenai alasannya memilih profesi sebagai PSK. Eva bertanya balik, “Bagaimana bisa orang menjual tubuh untuk menjadi kaya? Kamu ini ada-ada aja, Ras.”
Suatu hari, Eva tidak ada di Paradiso. Rasya mendapat informasi bahwa Eva berada di rumah sakit. Dari sini kemudian Rasya mengetahui satu alasan Eva terjun ke dunia malam. Rasya memutuskan untuk membantu Eva membiayai operasi ibunya dengan menjual motor yang dibelikan ayahnya. Ternyata sang ayah cukup senang dengan apa yang telah dilakukan Rasya dengan membantu sesama.
Waktu terus berjalan dan membawa Rasya dan Eva pada sebuah cerita legenda dunia yang selalu menggemparkan dunia, yaitu cinta. Semesta tidak hanya mempertemukan keduanya namun juga mengisi kehidupan mereka dengan energi. Impian Rasya yang terbatas pada ayahnya, kini berhasil diterjang dengan impian lain yang lebih indah, melihat dunia yang lebih luas dan menyeimbangkan dunia bersama Eva. Sang bidadari pun demikian, ia selalu hidup untuk hari ini, impian menyelami cakrawala pun semakin melambung. Eva sangat menyayangi ibunya. Di sisi lain, pekerjaan baru tengah menunggu Eva. Ialah usaha Rasya yang menginginkan Eva bebas dari kelamnya malam Paradiso. Namun, tak ada mawar yang tak berduri, tiada kisah cinta yang tak menuai masalah.
Eva meninggalkan Rasya. Kekecewaan tidak dapat dihindarkan ketika Eva berkata telah kembali ke Paradiso. HIV diam-diam bersarang pada tubuh Eva. Kenyataan ini seakan menjadi tamparan bagi lambungan mimpi mereka. Hanya ucapan terimakasih yang bisa Eva berikan kepada Rasya dan sebuah ciuman pertama yang kemudian menjadi terakhir. Tak lupa catatan tinta merah hati menyala pada secarik kertas putih. Bagi seorang pemimpi sejati, sudah menjadi kewajiban untuk mewujudkan mimpi yang telah ditetapkan. Seusai SMA, Rasya meninggalkan rumah, tepatnya meninggalkan Balikpapan dan berencana untuk menyelami cakrawala semesta seperti yang telah direncanakannya dengan sang Bidadari Terakhir, Eva. Menjelang keberangkatan Rasya, ada Maria yang menemuinya. Sebelum Rasya pergi, Maria mengatakan bahwa Rasya adalah mimpi masa depannya. Maria akan menunggu kepulangan Rasya sampai kapanpun. Dan begitulah kehidupan terasa bernilai ketika mimpi-mimpi menggelayut pada setiap sudut perjalanan hidup anak manusia.
“Semesta ini cair. Semesta ini bergerak. Seluruh simpul dari kesadaran kita berkembang mekar. Hidup akan mengikis apa saja yang memilih diam. Memaksa kita untuk mengikuti arus Agung-Nya yang jujur, namun tetap penuh rahasia. Pun tak terkecuali aku.” Sebuah sajak dari sahabat dengan nama pena Awan Sendja selalu menginspirasi. Pun serasi sebagai penutup resensi film Bidadari Terakhir ini.
Penulis adalah mahasiswa jurusan Hukum dan Kewarganegaraan