Dengung demokrasi mahasiswa dalam Pemilihan Raya (Pemira) mulai terdengar lagi. Saatnya pesta demokrasi yang berasaskan langsung, umum, bebas, rahasia  jujur, dan adil (Luberjurdil) kembali dilaksanakan di tingkat universitas. Tak terkecuali di Universitas Negeri Malang (UM).
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Negeri Malang memulai langkah baru dalam berorganisasi dengan membuat gebrakan dan terobosan. Jika biasanya pemilihan ketua, wakil ketua BEM, dan senator DPM menggunakan sistem manual (mencoblos ataupun mencontereng) layaknya pemilihan kepala daerah di Indonesia, maka pada Pemira kali ini dilaksanakan secara online.
“Berawal dari tantangan dan gebrakan tentang pemanfaatan teknologi terbaru, maka dari situlah kami sikapi betul akan tantangan tersebut. Hal tersebut pula yang menjadi acuan kami untuk merealisasikan dan pada akhirnya kami realisasikan dalam Pemira ini,” imbuh M. Syaeful Anam, Ketua DPM UM.
Syaeful Anam juga menambahkan, sebelum Pemira dilaksanakan secara online atau kita realisasikan, pihak internal UM juga melaksanakan studi banding ke beberapa universitas lainnya, salah satunya Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Beberapa universitas lain juga sudah melakukan sistem ini karena dianggap lebih menghemat anggaran, tenaga, maupun waktu.
“Memang kalau ngomongin terobosan pasti banyak pro-kontra apalagi terkait perubahan, tetapi kami yakin semua kalangan dan keluarga besar Universitas Negeri Malang bisa menerima hal tersebut. Kami juga meyakinkan dengan sepenuh tenaga dan kekuatan bahwa terobosan ini membawa dampak yang positif kedepannya,” ujar Syaeful Anam.
Proses pemungutan suara pada  Pemira UM telah dilaksanakan pada tanggal 1 Desember 2016 menggunakan sistem e-voting. Sebelum dilakukan penghitungan, KPU bersama para pengurus Organisasi Mahasiswa (Ormawa)  melakukan  mediasi. Selang sehari, akhirnya proses penghitungan e-voting berjalan lancar dan menetapkan pasangan nomor urut 2, yakni M. Khoirul Fatihin-Muhammad Lutfi sebagai pemenang dengan perolehan 2.653 suara.
Perolehan suara yang diraup M. Khoirul Fatihin-Muhammad Lutfi berhasil mengungguli tiga kandidat lainnya, yakni Kormil Saputra-Nova Amalia  dengan 1.951 suara, Pradika C. Tri Saputra-Enin Widiastutik dengan 1.466 suara, dan Tinarso Husain Hanafi-Endah Windarti dengan 1.046 suara.

IMG_1175
“Kendala yang dihadapi panitia pada Pemira kali ini terkait pada jaringan yang terganggu di beberapa TPS dan kebutuhan laptop atau komputer yang terbatas, sementara animo massa sangat tinggi,” imbuh Syaeful Anam sembari tersenyum lebar.
Ia juga mengatakan, kekurangan Pemira pada tahun ini hendaknya menjadi evaluasi bersama pada tahun mendatang agar bisa lebih baik lagi. Sejatinya, Pemira dapat menjadi ajang pembelajaran politik serta menjadi ruang menciptakan kesadaran politik mahasiswa. Hal ini dikarenakan masih banyak mahasiswa yang apatis atau acuh tak acuh soal politik. Padahal buta yang paling berbahaya adalah buta akan politik.Adi