Menyusuri Sepanjang Jalan Kenangan

oleh Ayu Mahmudatul Akhadiyah, S. Pd. – Alumni UM & Guru Sejarah MAN I Malang

 

Data Buku

Judul               : Sepanjang Jalan Kenangan

Penulis            : Wardiman Djojonegoro

Penerbit         : Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta

Cetakan          : I, Mei 2016

Tebal              : xix + 603 halaman

 

Bilamana ada oknum yang paling bertanggung jawab atas perubahan IKIP menjadi universitas maka nama Wardiman Djojonegoro segera mengemuka. Beruntung secara spesifik kisah perubahan itu termaktub dalam buku yang ditulisnya sendiri.

Sepanjang Jalan Kenangan merupakan sebuah otobiografi yang menceritakan tentang perjalanan hidup Prof. Dr.-Ing. Wardiman Djojonegoro (Menteri Pendidikan Era Kabinet Pembangunan VI) sejak penulis lahir pada tahun 1934 hingga tahun 2014. Jika sekilas melihat sampul buku memang terkesan kurang menarik. Ketebalan halaman buku juga membuat pembaca awam merasa tidak yakin bisa menyelesaikan pembacaan dalam waktu yang singkat.

Kesan pertama membaca judul ialah buku ini seperti karya sastra yang bertema romansa atau berisi kisah cinta yang mengharu biru menguras air mata. Namun, kenangan sebagaimana yang tertulis dalam buku ini bukanlah kenangan yang sentimentil. Kenangan yang disajikan bisa membuat sidang pembaca terkagum-kagum pada sosok penulis maupun pelaku-pelaku yang diceritakan di dalamnya. Penulis mampu menceritakan kenangan-kenangan dalam perjalanan hidupnya secara apik dengan penuturan yang ringan tapi sarat nilai-nilai kehidupan yang naik-turun laksana berputarnya roda. Terkadang sukar, kadang bahagia. Sensasi-sensasi itu mampu membuat pembaca seolah-olah sedang menjadi pelaku kenangan dalam buku ini.

Delapan puluh tahun perjalanan hidup Wardiman Djojonegoro diabadikan dalam 6 bagian yang disusun secara kronologis. Setiap bagian memiliki episode-episode tersendiri namun berkelanjutan dengan bagian-bagian sebelum dan sesudahnya. Bagian pertama bertemporal tahun 1934-1954 yang menceritakan masa kecil hingga kuliah berikut keluarga serta kerabat penulis. Periode tahun 1955-1966 menjadi bagian kedua yang mengisahkan periode perkuliahan di Delft, Negeri Belanda hingga di Jerman. Pernikahan penulis hingga wafatnya istri pertama menutup bagian ini.

Bagian ketiga mengarungi tahun 1966-1988 yang menyajikan pengalaman penulis ketika bekerja dibawah kepemimpinan Ali Sadikin sebagai biro kepala daerah pemerintah DKI. Bagian keempat menjelajahi tahun 1981-1992 yang mengulas pengalaman penulis ketika bekerja dibawah komando B. J. Habibie sebagai asisten Menristek dan Deputi BPPT. Masa bakti penulis sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1993-1998 menjadi bagian kelima. Penutup buku, bagian keenam, diisi tahun-tahun pensiun penulis yang terentang sedari tahun 1999-2014. Pria enerjik ini masih terus muncul dalam pemberitaan berkat keaktifannya yang ternayata tidak mengenal kata pensiun dalam bidang-bidang lain yang bermanfaat bagi publik Indonesia.

Buku ini dikemas dalam bahasa yang ringan. Muatan substansi yang berat mampu  tetap mengasyikkan untuk dibaca. Banyak istilah asing peninggalan kolonial Belanda maupun istilah teknis pemerintahan yang tidak dimengerti oleh pembaca awam oleh penulis diberi penjelasan yang rinci.  Alih-alih pembaca kesulitan dengan sederet istilah tertentu yang ada justru pembaca dimanjakan dengan pelbagai hal yang menambah wawasan.

Membaca buku ini seolah-olah berjalan dalam lorong waktu sejarah. Peristiwa-peristiwa di masa lalu yang ada dari buku-buku pelajaran di sekolah dan perguruan tinggi seakan-akan hadir lebih jelas di depan mata melalui buku ini. Pembaca akan  merasa sedang tidak membaca melainkan justru mendengarkan penulis bercerita secara langsung tentang kehidupannya di masa lalu. Gaya penulis yang santai dan tidak kaku sangat menyenangkan. Selain itu penuturan-penuturan Wardiman membuat pembaca semakin memahami latar belakang kisah-kisah sejarah tersebut terjadi dari sudut pandang orang pertama.

Tidak hanya menyusuri lorong-lorong waktu, membaca buku ini juga serasa ikut mengenal sosok-sosok besar pada jamannya. Otobiografi pada umumnya berisi kisah hidup seseorang. Sangat rinci hanya pada orang yang menuliskannya. Otobiografi ini teramat berbeda sebab selain menyajikan kisah hidup penulis dengan sangat lengkap terdapat pula deretan peristiwa sejarah bangsa Indonesia. Hal itu terentang dari pertumbuhan dan perkembangan kota Jakarta; Kehidupan masyarakat Papua dan kerjasama dengan PT Freeport; Perkembangan pendidikan di Indonesia; Riwayat ICMI; Bagaimana keadaan pendidikan di luar negeri; Puteri Indonesia; hingga kisah-kisah keteladanan orang-orang besar seperti Ali Sadikin, B.J Habibie, Soeharto, dan barisan nama lain yang tak bisa disebutkan satu-satu.

Bagian paling menarik ialah bagian kedua dari buku ini. Bagian ini pernah masuk difilmkan, ternyata kisah itu ada dalam film Rudy Habibie yang baru saja diputar di bioskop tahun lalu. Cerita antara buku dan film sama persis seputar kehidupan mahasiswa Indonesia di Jerman, seminar pembangunan  yang dicetuskan oleh Habibie, sampai ketika Habibie jatuh sakit. Bagi sidang pembaca yang pernah menonton film itu dan membaca buku ini segera mendapat perbandingan menarik. Sayangnya Wardiman Djojonegoro tidak muncul dalam film tersebut.

Rasa penasaran segera bergelayut ketika buku ini selesai dibaca. Pasalanya kisah hidup penulis setelah 2014 sampai hari ini bisa menjadi kelanjutan bukunya kelak. Keunggulan isi yang luar biasa lengkap rasanya buku ini teramat murah untuk dibeli dengan harga seratus ribu rupiah mengingat yang didapatkan pembaca lebih dari sekedar otobiografi. Pembaca pun dapat menyerap cara-cara Wardiman Djojonegoro menghadapi tantangan-tantangan pekerjaan dengan latar belakang yang berbeda-beda. Kiat-kiat dari pengalaman penulis mengatur waktu untuk pekerjaan, pendidikan serta keluarga semua nyaris berjalan dengan sangat baik. Tak lupa inspirasi penulis memperjuangkan nasib orang-orang disekitarnya, nasib generasi penerus bangsa dan juga nasib para guru.

Buku ini sangat layak dibaca oleh semua kalangan, baik pelajar, guru, dosen, pegawai negeri maupun pegawai swasta, dan  masyarakat umum. Buku ini tidak berjarak dengan nilai-nilai kehidupan yang bisa dipetik dan diterapkan dalam  kehidupan sehari-hari. Jangan terkecoh dengan sampul buku, karena dibalik sampul buku yang ekslusif tersebut banyak kisah luar biasa dan tidak terduga. Menyusuri Sepanjang Jalan Kenangan Wardiman Djojonegoro sama halnya dengan menyusuri sejarah bangsa Indonesia. Teristimewa peran Wardiman Djojonegoro yang sungguh besar, terutama untuk kemajuan pendidikan Indonesia masa kini serta yang akan datang.