Tsania Nur Diyana dan Zuroidah Nurusshofa,
Juara II Karya Tulis Ilmiah Alquran
Persaingan yang cukup ketat rupanya tak membuat Tsania dan Zuroidah patah semangat. Terbukti mereka berhasil mendapatkan Juara II. Pada tahap pertama, lebih dari 120 paper diseleksi menjadi lima puluh judul yang selanjutnya berkesempatan untuk mempresentasikan karya. Setelah pengumuman lima puluh besar barulah mereka mempersiapkan perangkat presentasi. “Alhamdulillah, bahagia bisa bergabung dan belajar bersama para ahlul qur’an untuk syiar Alquran melalui MTQ.  Mudah-mudahan proses ini bermanfaat untuk semuanya, membawa berkah untuk UM dan khususnya kami sendiri,” pungkasnya.

Makiatul Madaniah,
Juara II Musabaqah Hifzhil Quran 20 Juz,
Makiatul menceritakan bahwa capaian juara tak diraihnya secara instan. Ia telah mengikuti seleksi tingkat universitas dan karantina selama enam bulan. “Usaha juga harus didampingi doa. Dalam hal ini artinya tahajud tidak boleh terlewatkan,” jelas mahasiswi Sastra Arab itu. Ia juga menuturkan, selisih poin dengan Juara I hanya 0,25. Selain mengikuti pembinaan, Makia biasanya meminta teman-temannya untuk menyimak hafalannya atau memberi pertanyaan sambung ayat. Agar fokus, sejak H-10 MTQMN, ia menonaktifkan HP hingga lomba selesai. “Tujuan utama MTQ adalah agar lebih banyak yang termotivasi untuk membumikan Alquran. Juara atau prestasi itu hanya bonus,” tandasnya.

Alfiyan Arief M., Juara III dan Dwi Ratnawati, Juara Harapan III Khatthil Quran
Alfiyan mengatakan bahwa persaingan dalam lomba tersebut sangat ketat. “Peserta Khattil Quran putra ada 102,” katanya. Ia telah berlatih selama enam bulan, dimulai sejak Februari lalu. Bermodal pernah mengikuti event kaligrafi sejak kelas XI Madrasah Aliyah, ia masih merasa kurang dalam menguasai berbagai jenis kaligrafi. “Ada tujuh jenis kaligrafi yang harus dikuasai,” kata Alfiyan.
Sementara Dwi sempat mengendur mengetahui potensi peserta lain. Ia pun sering meninggalkan pembinaan karena harus menjalani program pengabdian masyarakat yang diselenggarakan oleh Fakultas Sastra. “Kemenangan merupakan amanah, ujian, dan juga nikmat yang dititipkan oleh Allah,” ujar mahasiswi Seni dan Desain tersebut.

Ahmad Fausi Reza Pahlevi,
Juara II Musabaqah Tartilil Quran
Lain lagi dengan Ahmad Fausi Reza Pahlevi. Mahasiswa Fakultas Sastra yang mendapat gelar Runner Up dalam Musabaqah Tartilil Quran ini mengaku banyak peserta yang lebih baik darinya. “Saya tidak mengonsumsi makanan atau melakukan aktivitas yang mengganggu suara,” ujar Fausi. Selain latihan dan karantina bersama kafilah UM, lomba-lomba tartil tingkat regional juga merupakan tempatnya untuk mengasah kemampuan dalam mentartilkan Alquran. Selama lomba, ia juga tidak merasakan kendala yang berarti. “Insya Allah tidak ada (kendala, red.), karena UM selalu memberikan yang terbaik untuk kafilahnya,” ujarnya.

M. Ilham Nur Hakim, Rony Aldhea, dan Ellin Widayuk, Juara I Desain Aplikasi Komputer Alquran
Berawal dari keresahan melihat anak difabel rungu yang masih terbata-bata dalam membaca Alquran. Kegigihannya dalam menciptakan sebuah alat bantu untuk anak-anak tunarungu dalam memahami Alquran berbuah manis. Ilham bersama Rony dan Ellin berhasil meraih Juara 1. Dalam prosesnya, Ilham menemui banyak kendala, di antaranya koordinasi tim, sakit, dan lain-lain. “Namun dua minggu sebelum hari-H aplikasi sudah bisa diselesaikan dan dikonsumsi publik,” jelasnya. Ilham sekarang sedang melengkapi aplikasi buatannya dengan fitur augmented reality

Fazlur R. Rahawarin,
Juara 1 Hifzhil Quran 10 Juz
Menjadi bagian dari kafilah UM dalam  MTQMN tentu menjadi kebanggaan  Fazlur R. Rahawarin, terlebih saat ia berhasil menyabet juara 1. Seperti halnya dengan cabang lain, persaingan pun sangat ketat. Selisih yang terjadi hanya nol koma sekian antarperaih juara. Fazlur mengaku tidak mempunyai trik khusus untuk menang, namun metode menghafal berbeda dari teman-temannya. “Saya sangat bangga menjadi bagian dari kafilah UM karena saya berpartisipasi dan bertemu dengan orang-orang hebat yaitu pembina kami, para dosen yang tawadu terhadap Alquran. Saya juga bahagia terhadap lingkungan yang mencintai Alquran,” kata Fazlur.

Juara 1 Debat Bahasa Arab,
Fakhrur Rozi dan Nuriyatul Hidayah
Tim Debat Ilmiah Kandungan Alquran dalam Bahasa Arab (DIA) telah mempersiapkan diri mulai Januari. Latihan yang variatif mengantarkan Rozi dan teman satu timnya, Nuriyatul Hidayah, menyabet gelar jawara. Persaingan cukup ketat, pasalnya pada babak penyisihan Rozi harus bertanding tiga kali untuk memperebutkan enam belas kursi di babak perempat final. Tim dari Universitas Islam Indonesia menjadi pesaing terkuat, karena pernah mengikuti DIA tingkat internasional di Qatar. “Semoga Allah tetap menjaga anugerah ini, sehingga UM mampu menjadi kampus yang selalu menggaungkan syiar Alquran,” harap peraih gelar Best Speaker ini.

Agus Salim, Dedek Handayani Nasution, dan Mulux Pahlefi Nafik Andari, Juara Harapan III Musabaqah Syarhil Quran
Dedek menjelaskan bahwa dalam lomba ia membagi tugas dengan rekan setimnya. “Saya sebagai pensyarah (menjelaskan isi  Alquran dan tafsirnya, red.), Agus sebagai tilawah Alquran, Mulux sebagai penerjemah ayat,” paparnya. Sebelum lomba, mereka harus menghafalkan lima teks syarhil. “Sehingga harus menyusun naskah, karena panitia hanya memberikan tema,” kata Dedek. Soal strategi, timnya menerapkan setiap latihan harus memiliki progres. Terdapat 122 PT mengirimkan kafilahnya pada cabang MSQ, dan tim UM berhasil meraih juara harapan III. “Jangan pernah merasa puas, karena mempertahankan itu jauh lebih sulit dari pada meraihnya,” tutupnya.

M. Ali Nahawand, Juara II dan Nurul Wildatir R., Juara Harapan II Qiraat Sab’ah
M. Ali Nahawand mengaku selain rajin berlatih selama enam bulan, ia juga mempersiapkan diri dengan berbagai macam cara. “Minum jamu-jamu tradisional untuk menjaga stamina dan kualitas suara, istirahat yang cukup, dan banyak berdoa,” rincinya. Ali mengaku ini merupakan kali pertama ia mengikuti Musabaqah Qiraat Sab’ah. “Saya merasa bingung di awalnya, namun setelah mendapat bimbingan dari pembina, perlahan saya mulai paham,” ujar Ali.
Nurul sering merasa jenuh ketika hendak latihan. Namun hal ini tentu tak menjadi penghalang baginya untuk menampilkan yang terbaik. “Saya pun sempat gemetar, badan saya terasa sakit saat nomor saya dipanggil panitia,” kenangnya.

Ahmad Sholihan, Zahrotul Muzdalifah, Sihhatul Mahbubah,
Juara I Musabaqah Fahmil Quran
Ahmad Sholihan, salah satu dari kafilah Musabaqah Fahmil Quran yang berhasil diwawancarai Komunikasi, menerangkan bahwa lomba yang ia ikuti diikuti juga oleh 108 tim. “Terbanyak sepanjang MTQMN yang pernah ada,” ujarnya. Namun, dengan pesaing sebanyak itu, ia dan timnya berlatih dengan cara sering mengikuti lomba-lomba tingkat regional. “Kendalanya susah meluangkan waktu dan perlu saling memahami antaranggota tim,” kata mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial ini. Usaha keras timnya tak sia-sia, mereka dinobatkan menjadi juara I setelah melibas lawan-lawannya dari berbagai perguruan tinggi di babak final.Maulani/Arvendo