IMG_2218Menjadi kampus unggul dan rujukan utamanya dalam bidang kependidikan, Universitas Negeri Malang (UM) senantiasa berkomitmen untuk melahirkan jiwa-jiwa pendidik yang berkarakter dan kompeten di bidangnya. Kampus yang lahir sejak 63 tahun silam ini ternyata tidak hanya memiliki satu kampus sebagai pusat perkuliahan. Selain kampus utama yang terletak di Jalan Semarang, terdapat pula kampus II di Jalan Ki Ageng Gribig 45 Sawojajar, dan kampus III di Jalan Ir. Soekarno 3, Blitar.

Kampus II Sering Jadi Rujukan: Lokasi Strategis, Butuh Perhatian Lebih ‘Romantis’
Bagi masyarakat Malang, ada dua hal yang hampir pernah dirasakan selama tinggal di Malang. Pertama, terjebak kemacetan di Kota Malang pada setiap jam pulang kerja. Kedua, tersesat di Sawojajar. Memang, jalanan di daerah Sawojajar sangat membingungkan dan cukup sering membuat orang tersesat. Sebagai contoh, ada satu jalan yang bernama Jalan Simpang Danau Maninjau Selatan Dalam I. Nama pokok jalan tersebut adalah Danau Maninjau. Kita akan dengan mudah menemukan Jalan Danau Maninjau saja. Tapi, dengan tambahan Simpang, Selatan, dan Dalam plus I akan menjadi tantangan tersendiri bagi orang yang mencarinya. Mungkin, beberapa dari sivitas akademika Universitas Negeri Malang (UM) pernah merasakan hal menegangkan sekaligus menjengkelkan tersebut.
Sawojajar yang konon merupakan perumahan terbesar se-Asia Tenggara itu memang sepertinya layak dijadikan kota tersendiri. Bayangkan, tidak ada fasilitas umum yang tidak ada di sana. Terminal, pasar, bahkan mal ada di sana. Termasuk perguruan tinggi. Bukan sembarang perguruan tinggi, perguruan tinggi negeri pun ada di sana. Apalagi kalau bukan UM kampus II.
Sebenarnya, UM kampus II tidak benar-benar terletak di Kelurahan Sawojajar. Kampus eks-Sekolah Guru Olahraga Negeri (SGON) Malang ini terletak di Jalan Ki Ageng Gribig Nomor 45, Madyopuro, Kedungkandang, Kota Malang. Daerah yang kita kenal selama ini sebagai Sawojajar sesungguhnya merupakan ‘gabungan’ wilayah Perumnas dan Perumahan Asabri yang berkembang sekitar tahun 80 hingga 90-an. Kedua perumahan besar tersebut tidak memiliki perbatasan yang jelas, sehingga tampak menyatu. Sedangkan Kelurahan Sawojajar sendiri membentang di bagian barat dari keseluruhan wilayah ‘Sawojajar’ yang kita kenal selama ini.
Menemukan UM kampus II sangat mudah. Dari Jalan Ranugrati yang merupakan jalan protokol di wilayah Sawojajar, Anda tinggal lurus saja melewati Jalan Danau Toba hingga perempatan Bank Tabungan Negara (BTN). Setelah itu, ambil posisi kanan dan 500 meter setelahnya Anda akan menemukan perempatan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Belok kiri, setelah berjalan sekitar 800 meter, Anda akan menemukan gapura megah milik UM kampus II di kiri jalan. Jika Anda naik angkot, naik saja angkutan kota jalur MM. Katakan ke sopirnya untuk turun di SGO.
Jika diteruskan hingga Madyopuro, kita akan menemukan hulu proyek Jalan Tol Malang-Surabaya. Perlu diketahui, pembangunan jalan kembar Ki Ageng Gribig untuk menyambut rencana pembangunan jalur bebas hambatan tersebut. Rencananya, satu dari beberapa pintu masuk dan keluar tol tersebut akan berada di Jalan Ki Ageng Gribig. “Jika pemkot (Pemerintah Kota Malang, red.) tak membangun jalan kembar, dipastikan kemacetan parah akan terjadi,” ujar Slamet Santosa, Kepala Seksi Jalan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (DPUPPB) Kota Malang seperti disadur dari Harian Surya. Pembangunan jalan itu memakai anggaran dari pemerintah pusat senilai sekitar Rp50 miliar. Sehingga, kampus II akan terletak pada jalan protokol penghubung tol dengan Kota Malang.

Kondusif dan Sejuk, Cocok untuk Pengembangan Prestasi
Ketika memasuki UM kampus II, kesan pertama yang tercipta ialah kondusif dan sejuk. Terlihat beberapa mahasiswa sedang asyik mengerjakan tugas di gazebo depan Masjid Nurul ‘Ilmi. Ada juga beberapa dosen dan mahasiswa yang sedang berbincang akrab di kantin. Semuanya menyambut dengan ramah ketika Komunikasi menanyakan posisi sekretariat Himpunan Mahasiswa Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah (KSDP).
Kampus II berada di bawah pengelolaan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), khususnya Jurusan KSDP. Di kampus II, terdapat dua program studi, yakni S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan S-1 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD). Kebanyakan kegiatan kemahasiswaan Jurusan KSDP juga dilaksanakan di kampus II.
Koordinator prodi S-1 PGSD, Drs. Dimyati, M.Pd. menjelaskan bahwa sejarah kampus II berawal dari SGON Malang. “Dulu SGON itu tempatnya di Batu,” bukanya. Berdasarkan data yang dihimpun Komunikasi, SGON Malang sebelum terletak di lokasi kampus II sekarang terletak di bangunan yang sekarang ditempati kompleks SMP Negeri 2 Batu, Jalan Bromo, Kelurahan Sisir, Kecamatan Batu, Kota Batu. “Pindahnya sekitar tahun 1980-an,” lanjut Dimyati. Lantas, SGON Malang dan dua SPGN yang berada di Malang dan Blitar dialihkelolakan pada IKIP Malang menjadi D-II PGSD melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 0854/O/1989 tanggal 30 Desember 1989 yang menetapkan bahwa kualifikasi awal guru SD yang semula lulusan tingkat SLTA (SPG) ditingkatkan menjadi lulusan jenjang Diploma II (D-II). “Hal tersebut berfungsi untuk meningkatkan kualitas guru pada waktu itu,” sambung pria kelahiran Blitar 62 tahun silam ini.
Disinggung soal letak kampus II yang terletak di jalan protokol penghubung tol dan kota, Dimyati menjelaskan bahwa pihaknya sudah melakukan beberapa penataan dengan kerjasama Pemkot Malang agar kampus II terlihat lebih representatif. “Contohnya trotoar di depan ini dibangunkan oleh pemkot,” katanya. Selain penataan bangunan, kampus II juga berusaha mengoptimalkan situs web yang dimiliki Jurusan KSDP maupun kedua prodi. “Semua informasi ada di sana, seperti program-program termasuk e-Learning,” ujarnya. Sehingga masyarakat dapat lebih mudah dalam menggali informasi tentang kampus II khususnya dan UM pada umumnya.

Unggul dan Jadi Rujukan
Ketika Komunikasi memasuki sekretariat HMJ KSDP, kami disambut oleh sekretaris himpunan, Wangi Melati dan Ketua Divisi Komunikasi dan Informasi (Kominfo), M. Resnanda Anugerah. Selain mereka, ada beberapa anggota HMJ yang sedang beristirahat dan bersantai. Maklum, waktu itu adalah akhir pekan sehingga sudah tidak banyak kegiatan akademik. Sesuatu yang menyita perhatian kami pertama kali adalah terpampangnya berbagai cenderamata dari prodi PGSD dan PGPAUD dari beberapa kampus di Indonesia. Sebut saja Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, dan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). “Banyak ya kenang-kenangannya, Mbak,” ujar kami kepada sang sekretaris himpunan. “Iya Mas, sering juga ada kunjungan ke sini dari sesama PGSD dan PGPAUD,” ujar mahasiswi yang biasa disapa Wangi tersebut.
Ketua HMJ KSDP, Giga Galih Eka Wibisono, yang hadir kemudian menjelaskan bahwa memang PGSD dan PGPAUD UM kampus II sering menjadi rujukan dalam penyelenggaraan pendidikan keguruan dasar dan prasekolah. “Terutama laboratoriumnya, Mas. Karena di sini sangat lengkap dan pengorganisasiannya bagus, mulai dari laboratorium IPA, matematika, PKn, bahasa, komputer, PAUD, dan sebagainya,” urai Galih.
Dilansir dari situs resmi Biro Akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan, Informasi, dan Kerjasama (BAKPIK) UM, mahasiswa yang berkuliah di kampus II disediakan asrama yang luas bangunannya 2.400m² yang dapat menampung seratus mahasiswa, dengan jumlah kamar lima puluh buah yang dilengkapi dengan fasilitas kamar tidur dan perlengkapannya, ruang baca dan bahan bacaan, televisi, ruang tamu, dan sarana olahraga. “Untuk sementara ini asrama digunakan untuk mahasiswa PPG (Pendidikan Profesi Guru, red.) serta mahasiswa kerjasama, seperti dari daerah dan Freeport,” kata sang ketua HMJ.

Semarak Kegiatan Kemahasiswaan
Galih mengutarakan bahwa terdapat tiga macam kegiatan kemahasiswaan yang terdapat di kampus II. “Ada dari HMJ, takmir Masjid Nurul Ilmi, dan ada kegiatan khusus dari prodi masing-masing,” ujarnya. Terdapat bermacam-macam kegiatan yang diselenggarakan HMJ KSDP. Dalam bidang kerohanian misalnya, ada kajian setiap hari Selasa. “Kadang juga ada kegiatan insidentil mengaji bersama dan istigasah,” sambung pria yang akrab disapa Giga ini. Divisi Bakat dan Minat HMJ juga mengakomodasi kegiatan mahasiswa di bidang olahraga seperti voli, badminton, fustal putra, dan putri, serta tenis meja. “Ada juga kegiatan musik di Laboratorium Microteaching dan tari di Laboratorium Tari,” rincinya. Ada juga pendampingan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang terjadwal. Selain itu, HMJ juga berkolaborasi dengan kedua prodi yang ada dengan kegiatan seperti karawitan dan Olimpiade PGPAUD. Takmir Masjid Nurul ‘Ilmi pun juga tak mau kalah dalam menyemarakkan kegiatan mahasiswa. Mereka mengadakan rutin yasinan, kajian, dan latihan selawat albanjari bekerjasama dengan HMJ KSDP.
Disinggung tentang Olimpiade PGPAUD yang merupakan agenda terdekat di kampus II, Giga menjelaskan bahwa kegiatan tersebut merupakan wahana untuk mengaktualisasi PAUD di kalangan masyarakat umum dan khususnya di lingkungan akademik. “Olimpiadenya ada beberapa kategori yaitu untuk guru PAUD dan mahasiswa PGPAUD,” urai mahasiswa S-1 PGSD tersebut. Kategori-kategori yang ada ialah lomba karya tulis ilmiah, cipta kreasi gerak dan lagu, cipta kreasi permainan, dan cipta kreasi lagu untuk pembelajaran di PAUD. Semua agenda tersebut dilaksanakan di Gedung Kuliah Bersama Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Jumat-Minggu (13-15/10).
Meskipun kegiatan kemahasiswaan di kampus II sudah cukup semarak, Giga mengatakan bahwa para mahasiswa masih kurang terfasilitasi untuk mengaktualisasikan dirinya melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). “Selama ini mahasiswa kampus II jika ingin mengikuti UKM yang ada di pusat kesulitan, karena jarak yang jauh,” kata Giga. Memang, jarak 9km yang terbentang dari kampus pusat di Jalan Semarang 5 dan kampus II dirasa cukup jauh dan membutuhkan ongkos lebih untuk perjalanan pulang-pergi. “Apalagi kegiatan UKM di pusat biasanya sampai jam 10 bahkan 11 malam, tentunya (perjalanan, red.) menjadi sangat berbahaya karena jalan sudah sepi,” ceritanya. Aku Giga, pihaknya telah beberapa kali mengajukan pembukaan cabang dari UKM-UKM di pusat untuk kampus II, namun masih belum ada tanda-tanda respons. “Padahal kami sudah siap, secara massa bahkan jika dibentuk kepengurusan pun kami siap,” ujar mahasiswa asli Kasembon tersebut.
Ditanya soal prestasi mahasiswa kampus II, ia mengutarakan bahwa pihaknya sering menjuarai berbagai kompetisi baik di tingkat fakultas, universitas, bahkan nasional. “Seperti kemarin kami juara di Pekan Seni Kreatif yang diselenggarakan oleh Opium (Organisasi Pecinta Seni FIP UM, red.), bahkan ada mahasiswa PGPAUD yang menjuarai Pekan Olahraga Nasional cabang lari jarak jauh,” sambung Giga. Pembinaan intensif, lanjutnya, sangat diperlukan untuk mengasah bakat-bakat terpendam mahasiswa kampus II agar dapat lebih berprestasi.
Berkaitan dengan Dies Natalis ke-63 UM, Giga tak lupa mencurahkan harapan, khususnya untuk kampus II. “Semoga lebih sering diperhatikan, terutama fasilitas seperti lapangan basket yang sudah banyak semak belukar yang menutupi, waktunya untuk diperbaiki, serta juga lebih banyak dikunjungi agar lebih akrab dengan seluruh keluarga UM,” harapnya.
Kampus III di Gerbang Kawasan Wisata, Langganan Panen Juara
Blitar kutho cilik sing kawentar
Edi peni Gunung Kelud sing ngayomi
Blitar jaman Jepang nate gempar
Peta brontak sing dipimpin Soeprijadi
Blitar nyimpen awune sang noto
Mojopait ning candi Penataran
Blitar nyimpen layone Bung Karno
Proklamator lan presiden kang kapisan
Sepenggal lirik lagu di atas memang benar-benar menggambarkan Blitar seba–gai kota kecil yang terkenal. Meletusnya pemberontakan Tentara Pembela Tanah Air (Peta) yang dipimpin Sodancho Soeprijadi pada pertengahan 1945 terhadap penjajah–an Jepang, serta bersemayamnya jenazah sang proklamator Indonesia, Bung Karno, di kota ini, membuat sebuah sematan baru yang terpatri untuknya: Kota Patria.
Jumat (22/09) pagi terasa cukup sejuk di Blitar. Kendaraan yang tertib berlalu lintas dan suasananya tidak seramai Malang, membuat siapa saja betah tinggal di sana. Selain menyimpan berbagai macam lokasi wisata, kota yang terletak di 167 meter di atas permukaan laut ini juga menjadi destinasi rujukan untuk menuntut ilmu. Terbukti dengan berdirinya sebuah perguruan tinggi negeri bergengsi yang sudah berprestasi sejak zaman penjajahan! Ya, apalagi kalau bukan Universitas Negeri Malang (UM) kampus III.
Ketika pertama kali menginjakkan kaki di parkiran kampus yang terletak di Jalan Ir. Soekarno 3 Blitar ini, kami disambut oleh Guru Besar Ilmu Sosial FIP UM, Prof. Dr. Mohammad Zainuddin, M.Pd. “Dari pusat, ya?” sapanya dengan ramah. “Betul, Pak,” kami menjawab. Lantas, kami diajak menuju kantor tata usaha yang terletak di sisi selatan kompleks kampus III. Di sana, sudah ada Koordinator Pelaksana Program III (KPP-III), Dra. Sutansi, M.Pd. yang menyambut kami dengan senyuman. Lantas kami diperkenalkan dengan staf kampus III dan dipersilakan duduk di ruang KPP-III.

Bangunan Asli Zaman Kolonial
Kami serasa dibawa kembali ke zaman kolonial Belanda. Bangunan utama yang berlanggam arsitektur indie dan jendela krepyak yang tinggi dan besar semakin menguatkan kesan bahwa bangunan ini layak dikategorikan sebagai cagar budaya. Sayang, ketika Komunikasi mengecek ke Situs Registrasi Nasional Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id), informasi tentang gedung megah ini belum tertera. Mencari informasi tentang awal mula pembangunannya pun sangat sulit. Komunikasi harus mencari arsip-arsip lama tentang gedung ini di situs-situs penyedia gambar dan informasi sejarah Hindia Belanda seperti Nationaal Archief, KITLV, dan Troppenmuseum. Kemungkinan, arsip-arsip otentik tentang sejarah kampus III di zaman penjajahan sudah dibumihanguskan ketika terjadi perang mempertahankan kemerdekaan antara 1945-1949.
Memiliki luas dua setengah hektar, kompleks bangunan kampus III berdiri kokoh di sisi barat pintu masuk Kawasan Wisata Sejarah Makam Bung Karno (MBK) dan masuk peta target preservasi kawasan tersebut. Selain pintu dan jendela yang berukuran besar dan tinggi, plafon bangunan-bangunan yang ada di kampus III juga menjulang tinggi, sekitar 7 meter. Hal ini membuat sirkulasi udara di dalam ruangan tetap sejuk meski tanpa menggunakan kipas angin atau air conditioner.

Rintis PGSD Berasrama
Kampus III digunakan untuk kegiatan perkuliahan prodi S-1 PGSD. Sejak 2016, mahasiswa baru yang ditempatkan di sini berarti wajib bertempat di asrama selama satu tahun. Program ini selaras dengan program Wakil Presiden RI, Drs. H. M. Jusuf Kalla yang mencanangkan pada tahun ajaran baru 2017 akan menyelenggarakan PGSD berasrama, untuk memudahkan pembentukan karakter para guru SD. “Calon pendidik harus diajarkan karakter mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Roh pendidikan adalah kemandirian itu sendiri. Inilah kenapa semua dari kami sepakat untuk menempatkan mereka di asrama,” urai Prof. Zain, sapaan akrabnya. Program tersebut akhirnya disetujui oleh rapat pimpinan (rapim) yang diselenggarakan Rektor UM, Prof. Dr. Ahmad Rofi’uddin, M.Pd. pada Rabu (15/6/2016), di kampus III.
Asrama tidak hanya mencerminkan kemandirian, namun juga sebagai pembentukan karakter, serta kebiasaan-kebiasaan yang tidak bisa dibentuk secara instan. Menempati asrama, berarti juga mengikuti segala ketentuan yang telah ditentukan. Hal ini termasuk jatah makan, batasan keluar malam, berinteraksi dengan lawan jenis, serta izin pulang. Semua peraturan harus dipatuhi betul, mengingat akan ada sanksi bagi yang melanggarnya. Berasrama juga melatih mahasiswa untuk bersosialisasi dengan orang lain.
Menurut Prof. Zain, seorang guru SD tidak cukup hanya menguasai materi di kelas namun juga bagaimana berperilaku secara nyata ketika berhadapan dengan siswanya. “Menjadi teladan bagi anak-anak mengenai hal-hal sederhana yang terkadang terabaikan, itu yang kita pupuk dari pembelajaran di asrama,” tambah guru besar asli Blitar tersebut. Sutansi menambahkan bahwa hal-hal ini harus diupayakan agar pendidik anak tingkat sekolah dasar ini memiliki pribadi yang dapat mengajarkan kemandirian. Contohnya dalam hal yang sederhana seperti melipat pakaian, mencuci baju, dan lain sebagainya. Guru merupakan figur bagi anak yang secara tidak langsung akan membentuk perilaku anak. “Bisa dibayangkan, bagaimana mengajarkan dan memberi contoh kepada siswanya kalau gurunya sendiri tidak mandiri,” ucap Sutansi.

Dari Dulu Sudah Jadi Pencetak Guru
Berdasarkan penelusuran Komunikasi, gedung ini dulunya adalah Meisjes Normaalschool atau sekolah guru putri setingkat SMP. Ditambahkan oleh Suprianto, salah satu staf kampus III yang sudah bertugas sejak 1983, bangunan Meisjes Normaalschool telah berdiri sejak 1909. “Bisa dilihat di kuda-kudanya, Mas, tapi di atas,” ujarnya. Sehingga, setidaknya bangunan ini telah mencetak tenaga pendidik selama 108 tahun. Salah satu tokoh pendidikan Hindia Belanda, J.C.A. Lichtenbelt, pernah menjadi directrice (kepala sekolah) di sini tahun 1927-1939.
Sekitar tahun 1953, gedung ini tetap menjadi sekolah guru dengan bentuk Sekolah Guru A dan Sekolah Guru B. Sekolah-sekolah setingkat SMP tersebut lulusannya dapat menjadi guru di Sekolah Rakjat (SR).
Zainuddin menambahkan bahwa kampus III dulunya merupakan bangunan yang digunakan Sekolah Pendidikan Guru Negeri (SPGN) Kota Blitar. Berdasarkan riset Komunikasi, perubahan SGA/SGB menjadi SPGN dimulai sejak tahun 1964. Hal itu didasarkan pada Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 70/1964 tanggal 21 Juli 1964 yang mengatur perubahan SGA menjadi SPG.
Pada perkembangannya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Keputusan nomor 0854/O/1989 tanggal 30 Desember 1989 yang menetapkan bahwa kualifikasi awal guru SD yang semula lulusan tingkat SLTA (SPG) ditingkatkan menjadi lulusan jenjang Diploma II (D-II). Dengan adanya keputusan tersebut, maka pada tahun 1990/1991 SPG ditutup. Selanjutnya untuk menghasilkan calon guru SD dilakukan melalui Program D-II PGSD di sejumlah perguruan tinggi yang ditugasi oleh pemerintah.
IKIP Malang merupakan salah satu LPTK yang diberi tugas untuk menyelenggarakan Program D-II PGSD, sehingga pada bulan September tahun 1990 dibuka program tersebut di IKIP Malang, dengan mengintegrasikan Sekolah Guru Olahraga Negeri (SGON) Malang, SPGN Malang, dan SPGN Blitar menjadi D-II PGSD. “Ketika itu memang masih ikatan dinas, jadi lulusan D-II langsung jadi PNS,” jelas Prof. Zain. Guru-guru dan karyawan yang ada diangkat menjadi dosen namun tetap melalui proses seleksi.
Prof. Zainuddin yang sempat menjadi Wakil Walikota Blitar 2000-2005 ini juga menjelaskan bahwa tahun 2005-2007 sempat dibuka prodi D-III Manajemen dan D-III Akuntansi. Namun, keberadaan kedua prodi tersebut tidak berlangsung lama. Pasalnya, mempertimbangkan tidak adanya dosen yang menetap. Sehingga, di kampus III jurusan lain selain PGSD ditarik ke pusat untuk mempertahankan kualitas peserta didik.
Disinggung soal alumni yang notable, Sutansi menyebut beberapa nama seperti Gubernur Jawa Timur era 1949-1958, R. Samadikoen dan orangtua Menteri Keuangan Sri Mulyani. Selain itu, Komunikasi juga menemukan alumni yang sukses berkiprah di kancah nasional seperti mantan Kepala Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika Yogyakarta, Suparlan.
Menjelang ulang tahun UM ke-63 tentu banyak harapan yang ingin diwujudkan, tak terkecuali harapan dari kampus III. Prof. Zainuddin mengatakan bahwa ada hal-hal yang harus dikembangkan dari sisi pembelajaran, pengelolaan, sarana prasarana, dan lain sebagainya. “Pertama dari sumber dayanya dulu, lalu tata kelola selanjutnya ke pelaksanaan,” paparnya. Sejalan dengan tiga hal di atas, pihaknya juga mengharapkan kelanjutan dari pembangunan yang sudah berjalan. “Contohnya gerbang di depan itu, Mas. Sudah dua tahun tapi belum difungsikan,” tambah pria yang mengawali kariernya sebagai guru SPGN Blitar tersebut.

Langganan Juara Sejak Zaman Belanda
Aktivitas mahasiswa di kampus yang terletak di jantung Kota Blitar ini juga tidak kalah dengan yang diadakan di kampus pusat. Kegiatan mahasiswa di kampus III diwadahi oleh sebuah ormawa yang bernama Koordinatorat Kegiatan Mahasiswa Kampus III (KKM-III). Secara fungsi dan tugas, KKM-III berfungsi sama seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Mulai dari fasilitator ketika ada kegiatan di pusat dan menjaring mahasiswa untuk mengikuti lomba-lomba yang ada di kampus pusat. Banyak ajang kejuaraan yang telah diraih dari mahasiswa PP3, salah satunya dalam MTQMN 2017. Selain itu, yang terbaru kampus III juga menjadi juara umum dalam Spidycup 2017, semacam pekan olahraga mahasiswa baru di FIP, serta juara umum MTQ FIP 2017.
Jika dirunut ke zaman kolonial siswi Meisjes Normaalschool Blitar juga sering menjuarai perlombaan antar-Normaalschool se-Hindia Belanda. Hal tersebut banyak tercantum pada Harian De Indische Courant, khususnya pada rentang tahun 30 hingga 40-an. Hal yang tak kalah menarik, Meisjes Normaalschool Blitar juga pernah menjadi rujukan dalam mendidik siswi Meisjes Normaalschool Makassar ketika sekolah mereka direnovasi pada 1940-an.
Sebagai kampus yang dipisahkan jarak dari kampus pusat, tidak bisa dipungkiri bahwa prestasi dan keberadaan kampus III belum banyak diketahui, bahkan oleh mahasiswa UM sendiri. “Kami berharap teman-teman dari kampus pusat sering main ke sini, kita sharing aktivitas, pikiran, dan kegiatan karena kita kan satu keluarga,” papar M. Fatoni Azis, Ketua KKM-III. Selain itu, mahasiswa yang akrab disapa Fatoni tersebut juga berharap bahwa sarana dan prasarana di kampus III dapat dibenahi sehingga dapat menjalankan aktivitas perkuliahan dengan maksimal. “Sudah banyak prestasi yang ditorehkan teman-teman di sini, apabila sarana pendukungnya dibenahi maka prestasi yang dihasilkan akan lebih bagus,” tutupnya.Maulani/Arvendo