Sampah nampaknya masih merupakan masalah terbesar di dunia ini. Siapa yang tidak menghasilkan sampah setiap hari? Mustahil bahwa ada orang yang tidak menghasilkan sampah dalam hidupnya. Entah itu sampah rumah tangga maupun sampah industri, sampah organik maupun anorganik, sampah basah maupun kering. Material yang satu ini memang tiada habisnya, semakin hari semakin bertambah seiring dengan berjalanya waktu. Dikatakan demikian sebab sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya
suatu proses.


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi pembatasan timbunan sampah, pendaur ulangan sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Penanganan sampah meliputi penggunaan bahan yang dapat digunakan ulang, bahan yang dapat didaur ulang, dan bahan mudah diurai oleh proses alam.
Tidak dapat dipungkiri jika saat ini masih banyak masyarakat yang berperilaku buruk terhadap sampah. Perilaku buruk ini tidak mengenal tingkat pendidikan maupun status sosial. Di lingkungan kantor pemerintahan, bank, sekolah, atau bahkan kampus, masih banyak dijumpai orang-orang berpendidikan tinggi yang membuang sampah tidak pada tempatnya, padahal sudah disediakan tempat sampah. Pemandangan ini banyak dijumpai di daerah perkotaan.
Fenomena tersebut berdampak tidak baik terhadap kesehatan, lingkungan, serta estetika wilayah. Akibat lain adalah pencemaran lingkungan, baik pencemaran udara, tanah, air, dan pencemaran lain yang lebih berbahaya bagi kesehatan manusia. Kelestarian lingkungan akan  tetap terjaga jika kita dapat menjaga perilaku dengan membuang sampah pada tempatnya. Sebagian besar masyarakat mengetahui bahwa membuang sampah sembarangan adalah tindakan yang tidak terpuji dan menunjukkan ketidakpedulian terhadap kelestarian lingkungan, termasuk pada kampus kita ini, Universitas Negeri Malang (UM).
Kampus dengan basis pendidikan yang dipenuhi kaum intelek terpelajar seharusnya mengetahui pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan bahaya sampah. Namun nyatanya, tetap terjadi tumpukan sampah di beberapa titik kawasan kampus. Kurangnya kesadaran dari warga kampus berimbas pada kurang indahnya pemandangan di kawasan kampus UM. Paling banyak adalah di kawasan pertamanan dan di dekat kantin–kantin kampus. Sering dijumpai botol bekas air mineral, puntung rokok, kotak nasi, kertas bungkus, sedotan, dan bungkus makanan ringan. Padahal sudah tersedia tempat–tempat sampah di berbagai tempat.
Kebersihan lingkungan kampus bukan hanya tanggung jawab  petugas kebersihan dan pertamanan kampus, akan tetapi juga tanggung jawab semua warga kampus. Jika ditanya satu per satu, warga kampus sudah mengetahui akan bahaya sampah, lantas mengapa masih sering membuang sampah sembarangan? Mungkin mereka sedang khilaf, sehingga dengan seenaknya meninggalkan botol bekas air mineral di gazebo, misalnya, dan beranggapan akan ada petugas kebersihan yang mengeksekusinya. Hal tersebut merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab. Melemparkan tanggung jawab pada orang lain.
Para pembaca, pernahkah Anda menanam tumbuhan di taman rumah, lalu sewaktu menggali tanah menemukan bekas bungkus permen atau plastik? Pernahkah terpikir berapa lama sampah plastik tersebut tertimbun di dalam tanah? Masih utuhkah? Lalu bagaimana jika itu terjadi di kampus UM, bukankah itu sangat menganggu dan tidak baik untuk lingkungan? Kalian tentu paham bahwa bahan plastik tidak mudah untuk terurai di dalam tanah. Memerlukan waktu yang cukup lama untuk lebur, itu pun tidak sempurna lebur menyatu dengan tanah. Contoh ini masih dalam satu kawasan kecil, belum pada kawasan besar dengan masyarakat yang bersikap sama. Terbayang, kan bagaimana tanah–tanah lingkungan sekitar penuh dengan sampah?
Universitas Negeri Malang, kampus kita tercinta ini merupakan salah satu kampus yang tergolong kampus hijau. Dengan pepohonan yang rindang serta taman–taman yang selalu terawat. Namun, alangkah baiknya jika semua warga kampus sadar akan bahaya sampah, terutama sampah berbahan plastik. Kesadaran tersebut dapat diwujudkan dengan cara menekan seminimal mungkin penggunaan barang plastik yang berujung menjadi sampah sesuai Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012. Misalnya, gunakanlah botol air mineral secara berulang, setelah membeli air mineral botolnya jangan langsung dibuang, namun disimpan untuk dapat digunakan kembali, gantilah kantong kresek dengan kantong berbahan kain yang dapat digunakan berulang kali, bawalah kantong kresek sendiri ketika berbelanja, serta jangan pernah membuang sampah di selokan, gunakanlah tempat sampah yang sudah disediakan oleh pihak kampus.
Memang, cara–cara di atas dirasa kurang efisien dan terkesan merepotkan. Namun, jika kita sebagai masyarakat kampus yang mengaku cinta lingkungan, cara–cara tersebut bukanlah suatu halangan yang berarti. Perubahan memang diawali dari hal–hal yang kecil dan terasa berat di awal. Namun, setelah menjadi kebiasaan, maka akan terasa ringan. Semua diawali dari kesadaran masing–masing individu.  Menjaga kelestarian lingkungan adalah tanggung jawab bersama, bukan tanggung jawab petugas kebersihan. Sebab alam ini diciptakan bukan untuk petugas kebersihan saja, namun untuk kita bersama. Wajib bagi kita turut menjaga kelestarian alam dimanapun kita berada.
Buanglah sampah pada tempatnya! Jangan hanya dijadikan slogan, namun laksanakan. Alam sekitar bukan tempat sampahmu, namun tempat bernaung dan berlindungmu. Lautan tempat hidup berbagai jenis ikan dan karang, bukan tempat menyimpan sedotan bekas manisnya es degan. Alam yang saat ini kita tempati adalah warisan dari pendahulu yang harus kita jaga untuk kita wariskan pada anak cucu kita. Alam jangan dimaknai hanya sawah, gunung, hutan, dan lautan yang jauh dari kehidupan kita, namun alam adalah lingkungan tempat kita tinggal. Jagalah alam agar kalian diselamatkan oleh alam.
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sejarah dan Juara Harapan III Opini Kompetisi Penulisan
Rubrik Majalah Komunikasi 2017