Pagelaran demokrasi terbesar di Universitas Negeri Malang (UM), yakni pemilihan rektor (pilrek) periode 2018-2022 telah memasuki babak akhir. Tiga calon rektor telah ditentukan pada Senin (27/8) dan akan bersaing memperebutkan suara Senat Universitas dengan membawa visi, misi, dan program kerjanya masing-masing. Menariknya, ketiga calon rektor yang berhasil melaju ke tahap selanjutnya sama-sama berasal dari Fakultas Sastra (FS). Ketiga calon tersebut, yakni rektor petahana, Prof. Dr. Ahmad Rofi’uddin, M.Pd., mantan Dekan FS, Prof. Dr. Dawud M.Pd., dan Koordinator Prodi Keguruan Bahasa Arab Pascasarjana, Prof. Dr. Nurul Murtadho M.Pd. Masing-masing calon rektor ini pun telah memiliki strategi tersendiri. Berikut ulasannya.

Prof. Dr. Ahmad Rofi’uddin, M.Pd.: UM Guru Asia, Dikenal Dunia
Calon rektor petahana, Prof. Dr. Ahmad Rofi’uddin, M.Pd. menyampaikan visinya yang merupakan visi lanjutan dari periode sebelumnya yakni ‘UM Guru Asia, Dikenal Dunia’. “Guru di sini merupakan akronim dari unggul dan menjadi rujukan,” kata dosen Sastra Indonesia tersebut. Sebelum memaparkan visi, misi, dan program kerjanya, ia menunjukkan sebuah buku. “Karena posisi saya incumbent, pasti ditanya, 4 tahun kemarin ngapain aja? Sudah saya siapkan jawabannya pada buku ini,” ujar Rofi’uddin sembari membawa buku ‘Guru Indonesia: Potret Kinerja UM 2015-2018’ yang berisi tentang apa saja yang dilakukan dan dihasilkan UM selama dirinya menjabat rektor.
Dosen Sastra Indonesia ini menunjukkan dasar pemikiran mengapa visi tersebut diambil. “Pertama, ada tantangan eksternal berupa revolusi industri 4.0, UM perlu mengembangkan literasi baru di jenjang pendidikan tinggi, yakni literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia,” paparnya. Kedua, terkait dengan internasionalisasi perguruan tinggi, menurutnya UM harus berkontribusi dalam peningkatan daya saing bangsa dan responsnya terhadap isu-isu global. “Wujudnya adalah dengan memacu berbagai inovasi dalam meningkatkan kualitas, relevansi, daya saing, akses, dan akuntabilitas,” kata dosen kelahiran Jombang, 3 Maret 1962 ini. Ketiga, yang tak kalah penting ialah literasi ideologi. “UM juga harus memperkuat ini agar mahasiswa memiliki wawasan ideologi kebangsaan dan keagamaan yang inklusif, toleran, dan berprinsip pada rahmat bagi seluruh umat,” terangnya.
Kali ini, lanjutnya, bila ia terpilih, UM akan ‘dibawa’ ke tingkat Asia, dan mulai dikenal dunia. “Misi yang pertama ialah kita menyelenggarakan pembelajaran dengan mengoptimalkan teknologi informasi, serta melakukan internalisasi nilai-nilai karakter dan perdamaian guna mengantarkan mahasiswa menjadi insan penalar, pengabdi, dan pebelajar sehingga siap bersaing di revolusi industri 4.0,” papar Rofi’uddin. Kedua, misi yang diusungnya adalah UM akan menyelenggarakan penelitian ilmu pengetahuan, teknologi, dan bidang pendidikan guna menghasilkan temuan-temuan bermanfaat bagi pengembangan ilmu, teknologi, kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia di forum-forum Asia dan internasional. “Ketiga, yakni UM menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat Indonesia melalui penerapan iptek dan bidang kependidikan guna mengantarkan mereka memiliki daya saing di kawasan nasional dan Asia,” katanya. Terakhir, UM menyelenggarakan tata pamong yang efektif, efisien, akuntabel, transparan, otonom berbasis jati diri UM sebagai institusi pebelajar (learning organization) dan didukung oleh jejaring nasional, Asia, dan internasional guna menjamin peningkatan kualitas penyelenggaraan perguruan tinggi yang berkelanjutan dan berstandar internasional.
Program strategis yang ditawarkan Rofi’uddin dalam bidang pendidikan jika ia nanti menjabat kembali ialah peningkatan kualitas pembelajaran berbasis kehidupan (life-based learning) yang memenuhi standar kualifikasi Asia dan internasional. “Dalam bidang penelitian, yakni peningkatan kualitas dan kuantitas riset yang dilakukan secara kolaboratif dengan peneliti luar negeri, peningkatan kualitas dan kuantitas publikasi artikel pada jurnal nasional terakreditasi dan jurnal internasional terindeks,” ujarnya. Selain itu, pihaknya juga mencanangkan peningkatan penerbitan buku dalam bahasa Internasional dan bersifat open access, meningkatkan karya teknologi tepat guna yang memperoleh rekognisi di tingkat Asia dan internasional, meningkatkan perolehan HaKI dan Paten, serta menstimulasi lahir dan berkembangnya pusat-pusat penelitian baru yang strategis.
Dalam bidang pengabdian kepada masyarakat, ia berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil-hasil riset yang dimanfaatkan oleh masyarakat, meningkatkan jumlah produk inovasi dan protipe research and development yang berterima di kalangan dunia usaha dan industri (DUDI). “Tidak ketinggalan yakni, meningkatkan jumlah publikasi ilmiah hasil kegiatan pengabdian kepada masyarakat,” sambung Rofi’uddin. Sementara itu dalam bidang tata kelola universitas, ia memiliki komitmen untuk terus mewujudkan reformasi birokrasi secara lebih masif. “UM juga harus meningkatkan jejaring kelembagaan dengan mitra tingkat Asia dan dunia, sekaligus meningkatkan manajemen layanan berstandar internasional,” tutupnya.
Prof. Dr. Dawud, M.Pd.: UM Unggul, Inovatif, dan Berkelanjutan
Prof. Dr. Dawud, M.Pd. mengemukakan bahwa dorongan yang membuatnya maju menjadi calon rektor ialah ‘Menjadikan UM memiliki keunggulan inovatif dan berkelanjutan dan mewujudkan perubahan untuk kemajuan UM dengan akselerasi yang signifikan’. Kata dosen Sastra Indonesia ini, pengembangan tersebut dilandasi oleh konteks dan landasan-landasan, seperti sejarah UM mulai dari PTPG Malang hingga Rencana Strategis dan RIP (rencana induk pengembangan, red.) UM. “Berkelanjutan memiliki tiga makna, makna yang pertama bisa sebagai bantalan untuk landasan ke atas, menyamping untuk kelengkapan pada medan yang telah diperoleh, dan inti kecil untuk menjadi semakin besar,” papar Dawud.
Ia memiliki beberapa misi untuk pengembangan UM. “Pertama, menguatkan program studi sebagai ujung tombak penyelenggara akademik yang bermutu dan kredibel, di antaranya dengan menyelenggarakan pendidikan program magister dan program doktor bidang ilmu monodisipliner di jurusan yang memenuhi syarat,” urainya. Kedua, pihaknya akan berupaya untuk meningkatkan kualifikasi akademik dosen dengan studi lanjut S-3 ke perguruan tinggi yang kredibel, baik dalam maupun luar negeri dengan penyetaraan input. “Antara lain, kemampuan bahasa Inggris, karya akademik, kebutuhan riil-kekinian program studi, dan kebutuhan pengembangan dan/atau pembukaan program studi dan fakultas baru,” tambah Dekan Fakultas Sastra periode 2010-2014 ini.
Tentang peningkatan jumlah guru besar, Dawud juga akan senantiasa berupaya. “Kami berupaya untuk mengintensifkan capaian jenjang jabatan akademik guru besar bagi para doktor,” jelasnya. Lebih lanjut, dalam merespons aktivitas ekstrimisme dan radikalisme yang terjadi di kalangan akademisi kampus, ia memiliki misi khusus. “Menguatkan karakter ke-Indonesia-an, mengembangkan potensi multitalenta, dan menyalurkan ‘energi lebih’ mahasiswa pada kegiatan konstruktif,” terang dosen asli Tulungagung ini. Selain itu, ia juga berkomitmen untuk memperkuat dan mengembangkan sistem informasi terpadu berbasis teknologi informasi dan komunikasi. “Terutama untuk pengembangan landscape belajar baru di era cyber phisycal systems,” tandas Dawud.
Terkait dengan mengemukanya wacana UM akan menjadi PTN Badan Hukum beberapa waktu lalu, dosen kelahiran 10 Juni 1959 ini menerangkan bahwa pada dasarnya, kewenangan perubahan PTN dengan status Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PTN PK-BLU) menjadi PTN Badan Hukum itu atas inisiatif atau mandat Menristekdikti. Jika sewaktu-waktu turun inisiatif atau mandat Menteri, lanjut Dawud, rektor harus siap untuk meralisasikannya. “Persoalan dasarnya adalah masih banyak hal yang perlu dipersiapkan, antara lain, sekurang-kurangnya 80% program studi harus terakreditasi A dan sebanyak-banyaknya 20% terakreditasi B, dan tidak ada yang terakreditasi C,” urai pria yang sewaktu kuliah mengambil minor drama ini.
Sementara itu, model kepemimpinan yang akan ia kembangkan jika terpilih menjadi rektor adalah kepemimpinan inspiratif dan inovatif yang dilaksanakan secara programatis-regulatif, kolaboratif-kolegial, dan inklusif-profesional. “Programatis-regulatif, yakni menyusun program yang jelas, terukur, komprehensif, dan berkelanjutan dengan prosedur operasi baku yang diturunkan dari ketentuan peraturan perundang-undangan,” terangnya. “Kolaboratif-kolegial, yakni mengondisikan kerja bersama semua komponen UM dengan prinsip kesetaraan untuk meningkatkan partisipasi dan menguatkan rasa memiliki UM. Sedangkan inklusif-profesional, yakni menguatkan keyakinan bahwa UM milik kita semua yang karena itu, insan yang memiliki kapabilitas diberdayakan untuk kemajuan UM dan penempatan orang sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya,” papar Dawud.
Pria yang mengenyam seluruh pendidikan sarjana hingga doktoral di IKIP Malang/UM ini menyadari bahwa banyak permasalahan yang kesannya sepele, namun menjadi krusial ketika terus-menerus terjadi, permasalahan parkir contohnya. Ia memiliki beberapa langkah yang akan dilakukan jika terpilih. “Setiap pembangunan gedung baru, dibangun basement yang digunakan untuk tempat parkir, yang terpenting pendisiplinan pemilik kendaraan untuk parkir di tempat yang telah disediakan,” katanya. Selain itu, terkait dengan Kampus II dan III, ia juga menaruh perhatian. “Perlu saya koreksi, UM memiliki tiga kampus, yakni kampus I di Jalan Semarang 5 Malang, kampus II di Jalan Ki Ageng Gribig 45 Malang; dan Kampus 3 di Jalan Ir. Soekarno 1 Blitar. Tidak ada kampus cabang,” tegasnya. Menurut Dawud, jantungnya kampus ada dua, yakni dosen yang memadai dan fasilitas sumber belajar. “Untuk itu, dosen program studi di 3 kampus itu harus terintegrasi, bukan dipisah-pisahkan,” terangnya. Artinya, lanjut guru besar Pembelajaran Bahasa ini, penugasan dosen program studi dalam ketiga kampus itu dibuat mobilitas cair tiap semester. “Sumber bacaan digital diperbanyak dengan aksesabilitas yang memadai,” kata Dawud. Dengan demikian, ketiga kampus itu memiliki sumber informasi yang sama dengan akses yang sama.
Prof. Dr. Nurul Murtadho, M.Pd.: UM Kita untuk Dunia
Prof. Dr. Nurul Murtadho, M.Pd., calon rektor dari jurusan Sastra Arab, menjelaskan bahwa ia akan membawa visi ‘UM Kita untuk Dunia’. “Kalau kita perhatikan RIP UM 2011-2030, ada tujuh poin arah pengembangan UM sebagai The Learning University,” papar Prof. Dr. Nurul Murtadho, M.Pd. Dosen Sastra Arab ini memaparkan bahwa poin pengembangan tersebut adalah manajemen, akademik, sarana, kemahasiswaan, kerjasama, dan sebagainya. Ia lalu melanjutkan pada program kerja yang ia tawarkan ketika nanti menjabat rektor. “SPM (Satuan Penjamin Mutu, red.) harus menjadi kantor akreditasi,” katanya. Menurutnya, prodi-prodi harus menyiapkan akreditasi dengan asistensi SPM, untuk menjamin mutu akreditasinya.
Saat ditemui di ruang kerjanya pada Senin (1/10), Nurul menyatakan alasannya mengajukan diri sebagai seorang calon rektor yakni semata-mata hanya ingin beramal demi kebaikan UM ke depan. Sebelum mengajukan diri, ia melakukan salat istikharah. “Apabila saya mencalonkan diri ini menjadi baik untuk diri saya, agama saya, dan untuk UM, maka kabulkan,” ujar Nurul mengulangi doanya. Berbekal dorongan tersebut, dosen yang menulis buku Bahasa Arab Jurnalistik ini pun memberanikan diri untuk melaju dan bersaing di pentas Pilrek UM 2018.
Sesuai dengan visi dan misi yang telah dipaparkan dalam Sidang Senat Terbuka UM pada Kamis (23/8), program unggulan yang akan dilakukan adalah dengan meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di dalam UM, terutama terkait peningkatan jumlah guru besar. “Dalam mendukung hal ini akan berupaya untuk meningkatkan kebijakan di tingkat fakultas maupun universitas terkait pendanaan seminar internasional bagi para profesor, sehingga para profesor yang melakukan seminar tidak hanya dibatasi pendanaan sekali ke luar negeri, namun bisa lebih dari sekali,” paparnya.
Selain program tersebut, diperlukan suatu usaha untuk menyatukan kebijakan terkait penelitian yang akan dikontrol di bawah naungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M). “Penelitian berkala juga akan dilakukan di setiap fakultas, misalnya setiap satu semester sekali,” tambah Nurul. Penelitian bukan hanya dilakukan oleh dosen namun juga seluruh mahasiswa, mulai dari mahasiswa tingkat sarjana hingga doktor. “Terkait tendik (tenaga kependidikan, red) juga dipaparkan, yaitu mempertahankan usia tenaga kependidikan yang harusnya menjabat,” ujar dosen kelahiran Malang 58 tahun silam ini. Dalam rangka mewujudkan world class university, jika ia terpilih, pihaknya akan memasifkan kesempatan bagi warga negara asing untuk kuliah di UM. “Selain itu, kita juga akan lebih meningkatkan penggunaan kuliah online,” terang Nurul.
Terkait dengan wacana UM yang disebut-sebut akan menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum, Nurul mengaku bahwa banyak manfaat dan banyak pula tantangan yang harus dihadapi UM untuk menuju ke arah sana. “Salah satu manfaat kalau UM jadi PTN Badan Hukum adalah membuka dan menutup program studi tanpa melalui Kemenristekdikti,” paparnya. Tentunya, adanya wacana tersebut juga memerlukan suatu kajian yang komprehensif serta kesiapan dari seluruh civitas akademika UM.
Sebagai seorang calon pemimpin pastinya memiliki beberapa ciri atau karakter kepemimpinan. Doktor linguistik jebolan Universitas Indonesia ini mengungkapkan bagaimana gaya kepemimpinan yang akan diterapkannya kelak jika terpilih sebagai seorang rektor, yaitu dengan cara membuka komunikasi seluas-luasnya kepada semua unit kerja di UM. “Semua unsur diminta untuk mengutarakan mimpi-mimpi yang terindah bagi masing-masing unit tersebut, karena dalam memimpin juga diperlukan dukungan dari berbagai aspek,” terang Nurul. Ia akan berusaha semaksimal mungkin dalam menyambungkan atau mewujudkan mimpi-mimpi masing-masing unit. “Namanya pemimpin, ‘kan tidak tahu semuanya, harus mengayomi dan cara memajukannya adalah semuanya diajak berbicara, maunya apa,” ujar penyunting ahli pada Jurnal Al-Arabi ini.
Terkait dengan permasalahan yang sedang mengemuka di UM, yakni soal parkir, Nurul menjawab bahwa calon rektor bukan hanya sekedar siap dalam memimpin, namun menjadi seorang pemimpin juga harus bisa mengatasi hal-hal yang kecil sekalipun, misalnya saja permasalahan parkir tersebut. “Strategi yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah sepele juga memerlukan pemikiran yang komprehensif, contohnya bisa dilakukan dengan menghitung jumlah mahasiswa di UM serta memperkirakan berapa jumlah kendaraan bermotor yang dibawa,” urai dosen yang telah mengabdi sejak 1986 tersebut. Setelah itu, lanjutnya, baru dapat dilakukan penempatan titik-titik parkiran sesuai dengan jumlah yang telah diperkirakan.
Menristekdikti: Ada Money Politics, Laporkan!
Menristekdikti, Prof. Drs. Mohamad Nasir, Ph.D., Ak. turut bersuara seputar pilrek kali ini. Tak main-main, ia mewanti-wanti para calon rektor, bahwa pihaknya akan menindak tegas jika ada calon rektor yang terbukti melakukan money politics dalam pilrek. “Kalau ada permainan uang di Pilrek, laporkan Kemristekdikti, karena itu (money politics, red.) menjatuhkan marwah dunia perguruan tinggi,” tegasnya di sela-sela acara peletakan batu pertama pembangunan Gedung Kuliah Bersama UM, Senin (17/9).
Oleh karena itu, Nasir meminta semua pihak yang terkait menjaga benar-benar agar pilrek tak diwarnai money politics. Ia berjanji tidak akan mentolerir calon rektor yang terbukti menggunakan politik uang. “Kalau ada bukti pasti kami tindak tegas, jangan cuma menyebarkan isu,” tutup guru besar Universitas Diponegoro ini.
Manfaatkan Momen untuk Suarakan Aspirasi
Civitas academica UM menjadikan momen pilrek ini sebagai sarana menyampaikan aspirasi mereka. Maya Valentin, S.Kom., misalnya. Tendik pada Subag Tenaga Akademik ini mengutarakan harapannya untuk rektor yang akan terpilih nanti. Menurutnya, seorang pemimpin perlu tanggap dalam menangani berbagai persoalan di UM. “Di antaranya terkait dengan perbaikan fasilitas-fasilitas belajar mengajar maupun pada pelayanan kepada civitas akademika UM, serta dapat mengubah kesenjangan antara dosen dengan tendik, baik dalam perlakuan maupun reward-reward khususnya dalam hal keuangan,” ujar Maya.
Lain halnya dengan Maya, Flavia Konstantia, mahasiswa Jurusan Sastra Jerman FS UM berharap agar ada inovasi program-program menarik yang dicanangkan untuk semakin memajukan UM. “Saya juga berharap agar rektor terpilih meningkatkan kesadaran diri untuk terus memerangi KKN di dalam lingkup paling kecil, baik prodi, jurusan, fakultas, maupun secara global, yakni universitas,” kata Flavia. Ia berharap pada rektor terpilih untuk mendorong civitas akademika untuk bersama melawan KKN dengan tindakan nyata, yaitu tidak melakukan hal-hal yang berindikasi pada korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Selain itu, lanjut Flavia, hal yang perlu diperbaiki adalah permasalahan pada Sistem Informasi Akademik (Siakad) UM yang acapkali muncul tiap pergantian semester. “Banyak keluhan mahasiswa bersumber pada masalah yang monoton, yaitu akses yang lama, semoga ada perbaikan,” tutupnya. Fanisha/Arvendo