Menjadi tamu kehormatan dalam Festival Al Janadriyah merupakan suatu kebanggan tersendiri bagi Indonesia pada umumnya, dan Universitas Negeri Malang (UM) pada khususnya. Pada festival yang ke-33 ini, lima mahasiswa UM turut andil mengenalkan budaya Indonesia dalam perhelatan seni dan budaya yang diselenggarakan oleh Kementerian Garda Nasional Arab Saudi. Bertempat di daerah bernama Janadriyah, Riyadh, Saudi Arabia, acara ini berlangsung pada (12/12/18) hingga (10/01/19). Dengan persiapan kurang lebih satu bulan, beginilah kisah di balik festival Al Janadriyah yang diceritakan oleh salah satu delegasi, Mokhammad Prasetyo, Mahasiswa Fakultas Sastra (FS) program studi Seni Tari dan Musik (PSTM) angkatan 2016 saat diwawancarai beberapa waktu lalu.
Pengenalan budaya oleh pemerintah Arab Saudi dalam Festival Al Janadriyah dilaksanakan melalui berbagai kegiatan, diantaranya penampilan pentas seni, berbagai perlombaan, dan bazar. Di antara kegiatan tersebut, lima mahasiswa UM dan delegasi dari berbagai daerah di Indonesia harus menampilkan pertunjukkan yang mencerminkan budaya Indonesia di hadapan seluruh pengunjung dari dalam maupun luar Arab Saudi. Kelima mahasiswa tersebut adalah Mokhamad Prasetyo (FS), Reforma Patria (FS), Ahmad Razan Rizky Dhafin (FS), Susilo Febrianto (FS), dan Leonardo Yogi Galih Fernando dari Fakultas Ekonomi (FE). Selama sepuluh hari berada di sana, mereka menampilkan berbagai atraksi, seperti parade kostum, Tari Piring, Tari Jaranan, dan Tari Aduh Manis yang mewakili beberapa budaya daerah di Indonesia.


Terdapat berbagai hal tidak terduga yang Prasetyo dan teman-temannya dapatkan selama berada di Saudi Arabia. Kejutan yang pertama adalah musim dingin yang sedang berlangsung di Arab Saudi. Prasetyo dan kawan-kawan tidak menyangka akan merasakan suhu dingin hingga mencapai 4 derajat celcius di negara yang identik dengan terik matahari menyengat dan cuaca panas yang ekstrim itu. Kejutan yang kedua adalah badai pasir yang cukup sering terjadi. Prasetyo mengakui bahwa mereka pernah gagal melakukan penampilan selama satu hari dikarenakan badai pasir yang cukup mengkhawatirkan dan sangat beresiko apabila tetap memaksa untuk melanjutkan penampilan. Kejutan yang ketiga adalah mereka bertemu dengan Drs. Ponimin, M. Hum., dosen Seni dan Desain Fakultas Sastra UM yang karyanya telah mendunia. Ia bahkan telah bertugas di sana selama satu bulan. Tidak berhenti di situ, kejutan yang paling istimewa justru mereka dapatkan di hari terakhir, yaitu ucapan terima kasih dari Kementerian Pariwisata Indonesia kepada semua penampil Indonesia berupa akomodasi umrah secara gratis.


Di balik kejutan-kejutan tersebut, Prasetyo meyakini bahwa semua itu adalah hadiah dari Allah atas kerja keras mereka dalam menjalankan misi melestarikan budaya. “Jangan pernah meremehekan budaya,” tutur Prasetyo. “Budaya adalah wajah bangsa. Apapun yang dilihat oleh turis mancanegara itu dilihat dari budayanya terlebih dahulu, bukan kemajuan teknologi,” lanjutnya. Ia juga mengatakan bahwa sebagai generasi milenial, jangan pernah meremehkan kekuatan budaya, karena budaya merupakan penyalur dari aset suatu bangsa. Ia berpesan kepada seluruh mahasiswa UM agar dapat mengapresiasi budaya. Semua itu dapat dimulai dengan hal sederhana seperti menonton pagelaran seni dan budaya, khususnya yang berada di Kota Malang.Nilam