oleh: Dinda Ayu Maulida

Judul Buku : Ubur-Ubur Lembur
Penulis : Dika Angkasaputra Moerwani (Raditya Dika)
Penerbit : Gagas Media
Tahun Terbit : 2018
Tebal Buku : 232 halaman
ISBN : 978-979-780-915-7

Dika Angkasaputra Moerwani atau biasa disebut Raditya Dika kembali melahirkan buku baru di awal tahun 2018, setelah buku terakhirnya yang berjudul Koala Kumal (terbit tahun 2015). Ubur-ubur Lembur merupakan buku kedelapan dari Radit yang judulnya masih menggunakan nama binatang. Setelah kambing, babi, marmut, koala, kali ini ia menggunakan nama binatang laut yang sering muncul di tayangan kartun Spongebob, yaitu ubur-ubur.


Bang Radit; sapaan akrabnya mengawali karier dari keisengan menertawakan keresahan hidupnya melalui sebuah blog, kini penulis yang merangkap sebagai sutradara, aktor, juga komika yang sempat mendapat gelar sebagai “presiden jomblo” itu ternyata mampu memberikan pandangan yang berbeda terhadap sebuah keresahan hidup.


Sejak pertama kali bukunya terbit (Kambing Jantan, terbit tahun 2008), Radit membawa pembaca untuk mampu tertawa dari kegelisahan hidup. Lain halnya dengan buku-buku sebelum Ubur-ubur Lembur yang banyak menceritakan tentang kisah cinta Radit, atau tentang ke-absurd-an Radit menjalani hidup. Jika membaca buku-buku Radit mulai dari Kambing Jantan hingga Ubur-ubur Lembur, akan kita jumpai perbedaan, semacam proses pendewasaan diri. Di buku ubur-ubur lembur ini Radit menulis dengan sudut pandang yang lebih dewasa. Tetap dengan kisah kocaknya, ada juga kisah bersama sahabat kecilnya dari India, kisah dibalik kehidupan artis papan atas, serta kisah tentang penyesalan hidup yang begitu manis dia rasakan.


Buku ini terdiri dari 14 bab judul cerita, dimana setiap babnya terdapat pesan moral yang disampaikan melalui ciri khas Radit, yaitu menertawakan hal receh dalam hidup. Seperti dalam bab “Pada sebuah Kebun Binatang” halaman 39, Radit berkata “Untuk sesuatu yang begitu manis, kenapa rasanya begitu hambar?”. Keikhlasan hati untuk melihat orang yang kita cintai bahagia bersama orang lain, manis tapi hambar. Kurang lebih seperti itu Radit menggambarkan kisah cintanya dalam buku ubur-ubur lembur ini.


Kerisauan hidup wajar dialami setiap manusia, terlebih diusia seperti Radit kini. Pria berdarah Batak ini sudah memasuki masa di mana hidup bukan lagi sekadar galau memikirkan hal-hal remeh, lebih dari pada itu, dia sudah seharusnya memikirkan masa depan. Semakin dewasa seseorang, semakin banyak pertimbangan keputusan dan jalan hidup yang harus dilalui.


”Jangan-jangan inti dari menjadi orang dewasa: untuk lupa rasanya senang dengan sepenuh tenaga. Kalau dulu ketika jatuh cinta sama orang, kita bisa sepebuh jiwa raga berkorban untuk orang itu. sekarang kalau jatuh cinta, penuh dengan kehati-hatian: apakah orangnya beneran baik? Apa motivasi dia ngedeketin kita? Apakah hubungan ini akan berakhir dengan perih seperti dulu-dulu?” (halaman 99). Kisah cinta sahabatnya dari India membuat Radit sadar bahwa perihal hatipun sudah seharusnya disikapi dengan dewasa, dia bukan lagi anak-anak, melainkan sudah dewasa.


Di akhir bab dalam kumpulan cerita ini Radit menyadari bahwa sebelum dia menjadi penulis seperti sekarang, ia merasa seperti ubur-ubur. Lemah, lunglai, hanya hidup mengikuti arus, karena di masa itu Radit bekerja di sebuah perusahaan media di Jakarta. Dia merasa hidupnya hanya berputar disitu saja, mengikuti arus sebagai karyawan, yang ketika seniornya menyuruhnya tanpa alasan, dia tetap melaksanakan perintah tersebut. Radit sadar bahwa dia hidup dari apa yang sebenarnya tidak ia sukai.


Sebagai seorang yang mulai memasuki masa dimana hidup bukan lagi untuk bersenang-senang belaka, buku ini layak dikonsumsi kalangan remaja hingga dewasa. Sebab, pesan moral dimana kita akan lebih bahagia ketika hidup dari apa yang kita cintai itu akan terasa lebih nikmat. Seperti yang dialami Raditya Dika sendiri, menjadi penulis membuat Radit merasakan nikmatnya berkarya, kerena memang itulah hidup yang ia cintai; menulis. Namun, di beberapa bab dalam buku ini, sebagian besar ceritanya sudah pernah Radit bawakan dalam stand up comedy-nya. Sehingga, bagi pengikut stand up comedy yang Radit bawakan akan dapat menebak akhir cerita tersebut.


Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar Biasa dan Juara 2 Kompetisi Penulisan Pustaka Majalah Komunikasi