Tim Universitas Negeri Malang (UM) berhasil borong medali di ajang International Bujang Valley Inovation, Invention, and Design Competition (BVIIEC) 2019 yang diadakan di University Teknologi Mara, Kedah, Malaysia. Mereka adalah Heny Kusdiyanti, Mokhammad Nurruddin Zanky, Robby Wijaya, Himmatul Ulya Alfaratri Sachofina, Indra Febrianto, Ekki Septian Putra, dan Ni’matus Sholihah. Mengusung 2 karya, SOVIPRO dan HYLBUS, tim yang terdiri dari dosen dan mahasiswa ini berhasil menyabet Gold Medal, Bronze Medal dan Best International Participant. Kompetisi yang diadakan pada (13/6) lalu diikuti oleh lebih dari 200 tim yang berasal dari 5 negara di antaranya Malaysia, Indonesia, China, India, dan Thailand.

Ketua Tim, Heny Kusdiyanti, mengaku sangat senang dengan prestasi yang dicapai bersama timnya dan bisa berbicara lebih di ajang internasional. “Awalnya kami tidak menyangka karena memang persiapan sangat mepet, tapi karena mahasiswa yang ikut sudah terbiasa dengan kompetisi dan memiliki jam terbang yang tinggi sehingga kami bisa melakukan yang terbaik,” Jelas dosen Fakultas Ekonomi tersebut. Wanita yang akrab dipanggil Bunda oleh mahasiswanya ini menjelaskan jika timnya juara pada kategori social science yang terbagi menjadi kategori professional dan young inovator. HYLBUS sendiri merupakan inovasi laman pembelajaran yang ia cetuskan dengan memadukan konsep pembelajaran daring dan luring sebagai bentuk kesiapan menghadapi revolusi Industri 4.0 di bidang pendidikan. Sedangkan SOVIPRO yakni sebuah aplikasi mobil yang ditujukan pada bidang agroindustri untuk mengurangi ketimpangan sumber daya manusia melalui ketidakstabilan harga dan alur distribusi yang tepat. “Menurut saya, salah satu faktor keberhasilannya adalah pada wujud karya yang sudah ada dan menjawab tantangan global yang ada. Jadi tidak hanya sekedar pada tahap konsep saja,” sambungnya. Perjalanan untuk meraih prestasi tersebut ternyata tidak mudah. Sempat terpotong libur lebaran dan ijin yang tidak kunjung diberikan, tim ini hanya memiliki waktu persiapan kurang dari 24 jam.

Salah satu anggota tim mahasiswa, Indra Febrianto mengaku jika dia bersama tim baru saja memperoleh kejelasan berangkat pada tanggal (11/6) sore dan sudah harus berangkat pada tanggal (12/6) pagi hari. “Awalnya kami sudah berpikir kalau tidak jadi berangkat karena belum mempersiapkan semua perlengkapan termasuk cetak poster dan materi presentasi karena izin berangkat tidak ada. Tapi ketika sore hari surat izin turun, kami pun langsung bersiap dengan waktu yang ada dan langsung mencari tiket pesawat,” papar mahasiswa Ekonomi Pembangunan ini. Memiliki persiapan yang sangat singkat, Indra melanjutkan jika timnya melakukan persiapan hingga pukul 03.30 WIB dan harus berangkat ke Bandara Internasional Juanda pada pukul 05.00 WIB. Setiap kesempatan pun dimanfaatkan olehnya untuk menghafal dan menguasai materi presentasi. “Kami transit di Bandung 3 jam dan di Kuala Lumpur 6 jam. Waktu seperti itulah yang saya manfaatkan bersama teman-teman untuk latihan. Ya memang sangat capek dan ngantuk, tapi alhamdulillah karena sudah punya pengalaman di lomba-lomba sebelumnya kami bisa menyesuaikan diri,” sambung mahasiswa asal Jombang tersebut. Hasil memang tidak mengkhianati usaha. Indra dan tim berhasil mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasional lewat ide dan inovasi yang diciptakan. Tidak hanya prestasi, ia berkesempatan mencicipi pengalaman tinggal di luar negeri selama beberapa hari. Indra mengaku jika kehidupan di Malaysia tidak terlalu jauh berbeda dengan Indonesia, bahkan ia pun masih bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Melayu. “Tidak terlalu berbeda dengan Indonesia, makanannya juga hampir sama, cuma mungkin kalau dihitung-hitung lebih mahal sedikit karena harus dikurskan dengan mata uang Ringgit,” lanjutnya sambil tertawa. Berkat prestasi yang diraihnya juga, Indra bersama tim mendapatkan bonus jalan-jalan ke Thailand karena lokasi Kedah Malaysia yang berbatasan langsung dengan Thailand. Rasa senang pastinya ia rasakan karena ini kali pertamanya ia pergi ke Thailand, apa lagi dalam satu waktu langsung berkunjung di dua negara. Meskipun berbatasan, Indra mengaku jika Thailand memiliki budaya yang jauh berbeda terutama pada makanan halal yang sulit ia temukan. “Sampai di Thailand kami semua langsung check in hotel. Dari iklim dan suhu sudah berbeda apa lagi untuk mencari makanan halal juga cukup sulit,” sambung mahasiswa semester 8 ini.

Meskipun tidak memiliki waktu yang banyak, ia mengaku sangat bersyukur dan berterima kasih kepada kampus yang telah memberikan izin dan mendukung timnya. Semua prestasi yang berhasil kali ini tidak akan bisa tercapai tanpa kerja sama semua pihak. Ia pun juga mengaku akan terus berkarya bersama timnya dan tidak puas sampai di sini. “Berkompetisi di sini memberikan saya wawasan dan pengalaman yang jauh lebih luas. Saya dan teman-teman jadi lebih bersemangat dan ingin berpartisipasi di lomba-lomba dan negara lainnya,” pungkasnya.

Pewarta: Roby Wijaya