oleh Zahid Zufar At Thaariq

Generasi milenial dapat dikatakan sebagai generasi pembangunan. Hal ini senada dengan pernyataan Bacharuddin Jusuf Habibie dalam suatu program televisi. ”Masa depan tiap bangsa ditentukan oleh peran sumber daya manusia terbaharukan.” Generasi milenial dianggap paling dapat menyesuaikan zaman. Elemen-elemen yang perlu dikuasai generasi milenial menurut Habibie adalah agama, budaya, dan perkembangan IPTEK. Generasi milenial perlu menguasai IPTEK karena persaingan global menitikberatkan pada IPTEK yang didukung dengan kreativitas.

Salah satu bagian dari perkembangan IPTEK adalah smartphone. Dilansir dari Wikipedia, smartphone (ponsel cerdas) adalah telepon genggam yang memiliki fungsi menyerupai komputer. Dampak positif dari penggunaan smartphone adalah dapat memberikan kemudahan dalam penyebaran informasi dengan cepat. Selain itu, smartphone juga dapat digunakan untuk melakukan transaksi, seperti belanja, mengambil uang dari bank, dan sebagainya. Dari contoh tersebut sudah menjadi gambaran bahwa masyarakat membutuhkan smartphone dalam berbagai aktivitasnya. Aktivitas itu dapat berupa transaksi jual beli, belajar, dan sebagainya.

Segala kemudahan dalam penggunaan smartphone menjadikan banyak yang menggunakan smartphone sebagai kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Surahman pada tahun 2017, sebanyak 22,6 persen responden menggunakan smartphone di bawah tiga jam, 32,3 persen responden menggunakan smartphone selama tiga sampai lima jam, 19,4 persen menggunakannya antara lima sampai tujuh jam dan 25,8 persen responden menggunakannya lebih dari tujuh jam. Dari data tersebut, rata-rata responden sering online di media sosial. Media sosial pengguna terdiri dari 90,3 persen BBM (Blackberry Massanger), 93,5 persen WhatsApp, 80,6 persen memiliki twitter dan 77,4 persen memiliki Facebook.

Meskipun smartphone memiliki dampak yang positif, terdapat juga dampak negatif yang dimiliki smartphone apabila digunakan secara berlebihan. Salah satu dampak negatif dari penggunaan smartphone yang berlebihan adalah timbulnya penyakit baru. Penyakit baru tersebut bernama nomophobia. Nomophobia merupakan singkatan dari No Mobile Phone for Phobia atau yang berarti kecenderungan untuk tidak bisa meninggalkan smartphone-nya dalam jangka waktu tertentu. Orang yang sudah terkena nomophobia maka akan cenderung kesulitan atau bahkan ketakutan apabila tidak dekat dengan smartphone yang dimilikinya.

Nomophobia dapat menjadi candu bagi generasi milenial. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah pengguna smartphone di kalangan usia 15-35 tahun (generasi milenial). Candu tersebut terlihat dari beberapa aspek. Pada aspek satu menit setelah bangun tidur, data yang dilansir kompas.com menyebutkan sebesar 79 persen langsung mengakses internet melalui smartphone. Data penguat dari sumber yang sama juga mengungkapkan sebanyak 79,5 persen sering meng-update status dua sampai lima kali sehari.

Dampak negatif lainnya dari penggunaan smartphone adalah mengubah pola hidup manusia. Pola hidup yang dimaksud sebagai berikut: (1) Boros, sebagaimana data dari tirto.id yang mengutip IPSOS Indonesia menyebutkan 64 persen suka berbelanja daring. Bahkan dari sumber yang sama mengutip perkataan David Low sekitar 69 persen generasi milenial tidak memiliki strategi yang dikuatkan dengan data 20 persen tidak berinvestasi dikutip dari The Future Money; (2) Malas, karena segala kemudahan sudah diberikan. Contoh saja dalam hal minat membaca generasi milenial dilansir dari geotimes.co.id hanya sebesar 20 persen; (3) Anti sosial karena kemudahan dalam berinteraksi di dunia maya menjadikan generasi milenial malas dalam berinteraksi sosial (anti sosial).

Nomophobia dapat menjadi penyakit yang dapat dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berdasarkan penelitian skripsi Triwahyuni (2019) yang membagi nomophobia dalam beberapa kategori, yaitu 19 persen masuk ke dalam kategori ringan, 67,4 persen masuk kategori nomophobia sedang, dan 12,7 persen masuk ke dalam kategori berat. Berdasarkan penelitian tersebut, nomophobia dapat menjadi suatu ancaman berarti bagi generasi milenial.

Berdasarkan penjabaran tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pencegahan penyakit nomophobia sangat perlu untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan masalah-masalah yang timbul akibat dari adanya nomophobia. Masalah-masalah tersebut dapat menjadi suatu ancaman bagi generasi milenial karena generasi milenial merupakan generasi penerus yang akan memegang tonggak kepemimpinan bangsa ini.

Dalam upaya pencegahan penyakit nomophobia pada generasi milenial, peran aktif dari pemerintah dan keluarga sangat diperlukan. Upaya-upaya pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, terapkan sistem jam malam mulai pukul 22.00 hingga 04.00. Gunakan waktu itu untuk beristirahat. Anda dapat menggunakan aplikasi Liva, Forrest App, dll. untuk mengatur jam malam ini. Kedua, terapkan sistem kekerabatan antarteman. Berkumpullah bersama teman-teman dan tinggalkan smartphone Anda sementara waktu. Manfaat dari menerapkan dua cara tersebut, Anda dapat memiliki jam istirahat yang relatif normal, dapat meluangkan waktu untuk berinteraksi sosial, dan melatih diri untuk menahan penggunaan smartphone secara berlebihan.

Penulis adalah mahasiswa Jurusan Teknologi Pendidikan dan Juara 2 Penulisan Opini majalah Komunikasi 2019