Quadtrick! Universitas Negeri Malang (UM) memenangi keempat kalinya ajang lomba bergengsi Musabaqah Tilawatil Qur’an Mahasiswa Nasional (MTQMN) XVI di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh (28/7—4/8). Peraihan prestasi ini didapatkan melalui berbagai proses yang panjang dengan berbagai upaya dan kendala dihadapi. Suka maupun duka dilalui bersama. Ikhtiar, rendah hati, dan tetap selalu ingin belajar merupakan kunci sukses kemenangan yang diraih oleh para Kafilah UM. Banyak pula hal-hal menarik dan tidak terduga terjadi selama MTQMN berlangsung di Aceh, bagaimana kisahnya? Berikut akan diulas pada rubrik Laporan Utama!

Quadtrick!: Kafilah MTQ UM bersama piala kebanggaannya

Cerita di Balik Kemenangan UM Empat Kali berturut-turut di Ajang MTQMN ke XVI

Prestasi UM menjadi juara umum empat kali beruntun dalam ajang MTQMN diwakili oleh generasi yang berbeda tiap tahun. Seperti yang diketahui bahwa pendidikan yang ditempuh mahasiswa adalah selama empat tahun, jadi tiap tahun ada generasi baru yang menggantikan. Di ajang MTQMN ada ketentuan bahwa apabila salah satu peserta lomba sudah meraih juara satu cabang lomba tertentu, maka ia tidak dapat mengikuti cabang lomba yang sama lagi pada MTQMN. Kontinuitas kunci kemenangan MTQMN ada tiga, antara lain yaitu pembibitan, pembinaan, dan pendampingan.

Pertama, Pembibitan, sekuat apa pun pembinaan tetapi jika no-material atau bahan mentahnya tidak bagus akan sulit sekali untuk dibawa mencetak prestasi. Sehingga untuk mendapatkan bibit-bibit yang bagus UM menempuh beragam cara  diantaranya, rutin menggelar acara Musabaqah Tilawatil Qur’an Siswa Nasional (MTQSN) dengan iming-iming juara 1, 2, dan 3 mendapatkan golden ticket boleh mendaftar ke UM melalui seleksi jalur Prestasi. Jalur prestasi akademik dilihat dari nilai Ujian Nasional (UN) minimal peringkat 3 provinsi. Bagi calon mahasiswa yang memiliki kriteria tersebut bisa masuk UM melalui jalur ini tanpa harus melalui jalur SNMPTN, SBMPTN, apalagi Mandiri. Sedangkan seleksi jalur prestasi non-akademik ada empat, yaitu olahraga, penalaran, seni, dan keagamaan. Pada bidang keagamaan dengan spesifikasi MTQ. MTQ di UM digarap detail sejak dulu mulai pembibitan, UM rutin melakukan event-event untuk siswa guna menjaring talenta-talenta terbaik untuk mendapatkan calon mahasiswa baru UM.

Kedua, pembinaan, setelah bibit kafilah MTQ didapatkan UM mempunyai tahap berikutnya yang harus dilakukan agar bibit unggul ini tidak layu dan mati yaitu pembinaan. Pembinaan di UM dilakukan melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Al-Qur’an Study Club (ASC). “ASC sebagai kawah candradimuka untuk menggodok bibit-bibit unggul yang sudah didapatkan dalam seleksi mahasiswa baru. Pembinaan biasanya dilakukan pada sore hari dengan banyak divisi, seperti divisi tilawah, tahfizhul quran, karya tulis ilmiah, dan masih banyak yang lain. Dengan kata lain, pembibitan oke pembinaan juga harus oke. Semua hal yang baik tidak bisa didapatkan secara instan,” ungkap Dr. Yusuf Hanafi, S. Ag., M.Fil.I.

Ketiga, pendampingan, pendampingan kafilah dibuat secara jangka panjang menuju event MTQMN. MTQMN berlangsung diadakan pada bulan Juli, maka sebelum itu UM sudah melakukan pendampingan yang dimulai sejak bulan Februari. Pendampingan tidak jauh berbeda dengan pembinaan, hanya saja lebih terfokus untuk para kafilah bisa menorehkan prestasi. Dengan kata lain, UM melakukan pembinaan berupa karantina selama enam bulan sebelum event MTQMN berlangsung.

Persiapan Kafilah untuk Mengikuti Lomba MTQMN

Pertama, Kafilah yang terpilih lebih dipersiapkan kemampuannya dengan diikut sertakan try out berupa lomba-lomba tingkat regional yang ada pada rentang waktu pembinaan. Mengingat bahwa MTQMN merupakan acara dua tahunan yang dilaksanakan pada tahun ganjil, maka pada tahun genap terdapat event regional yaitu MTQ Regional Jawa Timur. Pada MTQ Regional inilah UM menurunkan tim muda proyeksi nasional ke dalam perlombaan, dan inilah yang dimaksud dengan mengikuti try out yaitu pada event-event sejenis.

Kedua, kegiatan magang bagi para kafilah dengan cara memasukkan ke dalam pesantren. Sebagai contoh yaitu pada bidang Hifdzil Qur’an atau hafalan Qur’an, para kafilah dimasukkan ke Pondok Pesantren Salaf Al-Qur’an (PPSQ) AsySyadzili Sumberpasir Pakis Malang, di mana salah satu Kyainya pernah menjadi juara MTQ Internasional. Ada pula yang diberangkatkan ke Islamic Center Surabaya di sana mereka dipertemukan dengan pembina yang berasal dari luar UM. Dengan kata lain, para kafilah tidak hanya dibina oleh pembina yang berasal dari UM tetapi juga pembina dari luar atau provinsi yang sudah berkelas nasional.

“Usaha lain yang dilakukan adalah menggarap dimensi rohiyah spiritual mengingat bahwa MTQ merupakan kegiatan keagamaan. Seperti contoh ketika para kafilah dikarantina di TGP, mereka selalu diajak sholat berjamaah khususnya maghrib dan isya’, setelah sholat maghrib diadakan istighosah dan penguatan rohani lewat hypnotheraphy. Dengan kata lain, lahiriah spiritual digarap dengan matang tidak hanya penalarannya, tetapi juga rohani spiritualnya digarap,” ujar dosen Jurusan Sastra Arab ini. Hal ini salah satu kunci sukses kemenangan para kafilah dan akan terus dijalankan sampai akhirnya para kafilah berada  di ajang MTQMN yang sesungguhnya.

Hal-hal menarik selama pelaksanaan MTQMN di Aceh

“Kita sempat pesimis tidak jadi juara umum, mengingat MTQMN dilaksanakan selama tujuh hari, pada hari ketiga pesimis mulai muncul ketika kita melihat laju kemenangan dari universitas lain. Sempat berpikir bahwa UM hanya akan berhenti menjadi juara umum pada hattrick saja atau untuk yang ketiga kalinya. Harapan saya nyaris kurang dari 10%,” terang Bapak Kafilah ini. Pada hari terakhir ada kabar bahwa UM tidak akan meraih juara karena pada malam sebelumnya tidak ada UM di daftar para pemenang, namun dari data yang ada memang valid karena UM tidak begitu bagus peraihannya. Pada malam puncak pengumuman, keajaiban memang ada dan ternyata UM menang menjadi juara umum yang keempat kalinya. Selisih poin yang didapatkan sangat tipis antara UM dan Universitas Brawijaya (UB). Kemenangan yang didapatkan untuk juara satu yaitu sembilan poin, juara dua dengan tujuh poin, juaratiga dengan lima poin, harapan satu dengan tiga poin, harapan dua dengan dua poin, harapan tiga dengan satu poin. Mulanya poin UM 55 dan UB 56 poin, namun pada pengumuman cabang lomba terakhir yaitu Desain Aplikasi Komputer Al-Qur’an (DAQ) UM mendapatkan juara satu sehingga mendapatkan sembilan poin tambahan yang menyebabkan hanya selisih satu poin dengan UB yang menjadi juara dua. Hal tersebut menjadikan momen paling dramatis yang dirasakan selama pelaksanaan MTQMN ke XVI di Aceh beberapa waktu lalu.

Dilihat dari perkembangannya, kompetitor UM semakin kuat. Di bawah UB ada Universitas Gajah Mada (UGM) yang diketahui sebelumnya merupakan juara umum pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS). “Saya bersama teman-teman yakin bahwa tidak ada peraihan sukses itu secara instan, semua perlu adanya kerja keras. Ada pula sistem bimbingan, komitmen, dan passion,” tambahnya.

Dr. Yusuf Hanafi, salah satu pelopor keberhasilan kafilah UM

“Pesimisme berubah menjadi keajaiban dengan kita menyikapinya secara bijak, kita tetap yakin”

– Yusuf Hanafi

Perjuangan Kafilah UM di Balik Kemenangan MTQMN XVI

Kafilah tidak terbangun tiba-tiba, ia terbentuk oleh proses yang panjang. Semua orang yang terlibat di masing-masing cabang lomba selalu diingatkan bahwa jangan terlalu mendewa-dewakan potensi dan kemampuan, karena semua hal tersebut adalah karunia yang diberikan oleh Allah. Selain itu, UM juga sangat beruntung memiliki alumni yang sangat potensial dan sangat berkomitmen. “Dapat dilihat dari modal yaitu seperti Mas Alif adalah orang yang paling berjasa, di cabang hifdzil ada mbak Fitri Anisa yang luar biasa, komitmen dari Pak Taat dan Pak Subur, serta Pak Rektor,” ungkap Ibu Kafilah, Dr. Hj. Muslihati, S.Ag., M.Pd. Dilihat dari prosesnya dapat dikatakan gampang-gampang susah. Talenta dan potensi juara menjadi kriteria untuk memilih para calon juara, tetapi yang paling utama adalah kedisiplinan. Komitmen dan kedisiplinan itu sikap, sikap itu modal. Sebagus apapun para kafilah kalau modalnya tidak bagus, maka hasilnya juga tidak bagus. Sebab hasil tidak akan menghianati proses.

Doa, adalah satu sistem dan kelebihan yang dimiliki ASC sebagai pen-support. ASC sebagai bagian yang men-support calon pemain, salahsatunya adalah proses pembinaan di ASC yang berkelanjutan merupakan suatu modal yang tidak boleh dianggap remeh. Selain itu, ASC selalu menyediakan khudhama`, khudhama`  adalah biasa disebut tim repot. Mereka rela menjadi pahlawan tanpa tanda jasa, mulai dari menyiapkan makan hingga mencari seragam untuk para kafilah, agar UM bisa tampil bagus dan bermartabat.  

Tersenyum lega sembari mengangkat bangga piala

Harapan untuk MTQMN dua tahun lagi
“Pertama, kami akan mempertahankan kemenangan untuk kelima kali. Kedua, kami berharap pembinaan secara intens tetap dilanjutkan. Ketiga, kalau wacana pembangunan rumah tahfiz terlaksana alhamdulillah. Tempat itu sangat membantu meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mempelajari Alquran yang akan berimbas pada kemampuan mereka saat berlomba di MTQ. Saya baru pertama kali menjadi ketua kafilah, tetapi sebelumnya saya sudah pernah menjadi anggota. Dari menjadi anggota tersebut saya sudah memiliki pengalaman untuk melanjutkan kepemimpinan pada MTQ di Aceh kemarin,” ujar Ketua Kafilah MTQMN XVI, Moh. Fauzan, S,Pd., M.Pd.I.


Cabang Lomba MTQMN yang Dijagokan
Ada tiga cabang lomba yang dijagokan UM, yaitu: (1) Desain Aplikasi Alquran yang meraih juara satu; (2) Karya Tulis Ilmiah Alquran meraih juara satu; (3) Syarhil Quran meraih juara satu. “Meskipun saat ini kita sudah juara umum, tapi bukan berarti kita adalah yang terbaik di antara mereka. Kita tetap harus belajar karena faktanya kampus lain juga berlari kencang sama seperti kita dan itu dibuktikan pada MTQ tahun 2019. Buktinya, kampus sebelah dapat 63 poin dan kita mendapat 64 poin,” tutur Fauzan saat diwawancara. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa kafilah UM tidak boleh berpuas diri. Semua elemen harus terus mengaktualisasi diri agar bisa lebih baik setiap tahunnya.


Pentingnya Input dan Proses
Memperoleh output yang bagus mempunyai suatu prinsip, pada level mahasiswa sudah bukan waktunya fase pembibitan. Fase tersebut seharusnya sudah dilakukan saat SD, SMP, dan SMA. Masuk universitas dengan usia sekitar 18-19 tahun merupakan usia emas produktif atau usia yang ready for use. Upaya untuk mendapatkan output atau prestasi bagus harus melalui input dan proses sumber daya manusia yang sudah berbakat sebelumnya. Input ready for use tersebut ketika diproses tidak mulai dari nol, tetapi sudah berjalan. “Kalau kita tidak mengambil mahasiswa yang memiliki potensi maka tidak mungkin output-nya kita menjadi juara nasional. Langkah pertama dari input adalah melalui seleksi masuk perguruan tinggi jalur prestasi. Kedua, UM harus aktif mencari karena output animo perguruan tinggi lain yang mengikuti MTQMN ke XVI kemarin juga sudah tinggi dengan jarak selisih poin kemenangan yang sangat tipis. UM sudah melakukan, tetapi kita akan tingkatkan intensitasnya. Kita sudah melakukan kolaborasi, koordinasi, dan konsultasi. Tentu saja semua itu harus memadai dan UM menyiapkan apresiasi kepada pihak yang telah membantu dalam kelancaran persiapan hingga kemenangan MTQMN,” terang Dr. Mu’arifin, M.Pd., Wakil Rektor III UM saat ditemui di ruang kerjanya.


Proses untuk mendapatkan output yang bagus ada yang dinamakan long term student development, harus panjang waktunya, tidak serta merta. Pembinaan mahasiswa berjangka panjang dibagi menjadi tiga, yaitu adaptasi, prestasi, dan profesi. Proses adaptasi berlangsung ketika menjadi mahasiswa baru. Mereka harus cepat beradaptasi dengan lingkungan kampus melalui serangkaian kegiatan PKKMB misalnya. Mengejar prestasi berlangsung pada saat mahasiswa di atas semester tiga serta sudah melalui pembinaan yang cukup lama. Profesi dikembangkan oleh mahasiswa yang sudah semester delapan, mereka sudah mulai memikirkan masa depan.

Bidang kemahasiswaan melakukan pengembangan tidak sekadar secara teknis, tetapi juga secara nonteknis seperti ikhtiar, prihatin, dan keikhlasan. “Seperti para mahasiswa kafilah MTQ dari UM yang memiliki prihatin tinggi, mereka ikhlas dengan tipe mahasiswa UM yang sederhana, ikhlas, dan gigih. Pembinaan juga sudah dilakukan sejak lama. Sering juga doa bersama serta istigasah dan tidak lupa meminta doa restu orang tua,” imbuhnya.


Brand MTQ melekat di UM
Keberhasilan UM menjadi juara pada MTQ, baik regional maupun nasional tentu membawa dampak positif. Dengan antusias Wakil Rektor III UM tersebut menjelaskan, MTQ sudah menjadi brand yang melekat pada UM. Dari sejumlah event nasional Dikti, kampus yang menjadi langganan juara umum mendapat predikat khusus di mata kampus lain, misalnya MTQMN dan UM. “Pokoknya kalau ngomong MTQ ya UM, itu merupakan semacam brand lah,” terang Mu’arifin. Dia menambahkan, UM sudah menunjukkan dinamika yang progresif pada bidang kemahasiswaan. Namun, meskipun sudah mulai merangkak naik langkah demi langkah, UM tidak boleh sampai terlena.


Atas peraihan yang gemilang dalam MTQMN, ia bercerita kampus lain sempat menghubunginya dengan maksud mengupas isi dapur UM. “Ya dilematis juga ya, kalau kita tidak beritahu dikira gimana, kalau diberitahu persaingannya juga menjadi sengit,” pungkasnya lebih jelas.


Peserta Bermental Juara
MTQMN XVI bukanlah kali pertama bagi Alif menjadi seorang ofisial kafilah. Tahun 2017, tepatnya MTQMN XV menjadi pengalaman awal baginya dipilih sebagai ofisial kafilah UM, berlanjut di 2018, dan 2019. Tiga tahun menjadi ofisial diakui olehnya sudah tidak lagi beradaptasi dengan lingkungan. Mengenal medan pun sudah menjadi sebuah kepastian. Hanya saja sudah berkali-kali menjadi ofisial bukan berarti berjalan mulus tanpa kendala. Mental peserta yang naik-turun menjadi perhatiannya. “Adik-adik itu kan mentalnya naik turun, nah tugas berat ofisial itu menstabilkan mental mereka,” ujar Alif.


Dituturkan lebih lanjut pria kelahiran Mojokerto ini, sejak awal mental memang dipersiapkan sedemikian rupa, ditekankan bahwa semua bukan hanya karena lomba, melainkan untuk syiar Alquran. Jajaran pimpinan yang sedang sambang juga tidak diperkenankan masuk asrama peserta. Bukan tanpa sebab, kekhawatiran akan mental yang sudah dibangun optimis akan jatuh ketika dikunjungi. Hal tersebut juga berlaku pada Dr. Mu’arifin, M.Pd..


Cerita saat kompetisi, ada tipe kafilah yang sengaja berpesan untuk tidak ingin dilihat. Terbukti setelah diaminkan keinginannya, kafilah tampil dengan prima. Ofisial kafilah UM pun tidak pernah menuntut kontestan untuk juara. Senada dengan sebelumnya, ditakutkan hal tersebut menjadi momok dan berdampak pada penampilan yang kurang maksimal. Ditegaskan bahwa cukup pembina saja yang memiliki target, sedangkan peserta tidak diharuskan. Juara tidak juara para kafilah tetap diapresiasi. “Tapi alhamdulillah mental adik-adik ini memang mental juara. Di awal mereka sudah ditempa luar biasa, mereka siap kalah dan tidak kaget kalau menang,” ungkap pria murah senyum ini.

Para kafilah dan ofisial usai malam pengumuman


Apresiasi UM atas Kemenangan Kafilah di Ajang MTQMN XVI
Sesuai Surat Keterangan (SK) Rektor, mahasiswa UM yang menjuarai lomba tingkat nasional seperti MTQMN akan dilakukan penyambutan khusus oleh Rektor UM dan di dalamnya ada pemberian hadiah bisa berupa pembebasan UKT, fresh money, dan beasiswa. Penghargaan tidak harus dilihat dari nominalnya, tetapi bagaimana apresiasi lembaga terhadap mahasiswa yang berprestasi.


Tepat pada upacara peringatan HUT ke-74 RI di lapangan Stadion UM (17/8) kafilah UM membuat pleton khusus. Ada sesi khusus penyerahan piala juara umum MTQMN kepada Rektor UM di hadapan seluruh civitas akademika UM. Hal ini merupakan bentuk apresiasi atau pengakuan dari lembaga. Mengingat, di turnamen mayor atau besar yang diadakan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa), baru di ajang MTQMN ini UM bisa menjadi juara umum empat kali beruntun.


Dampak Kemenangan UM Bagi Kemahasiswaan
Dampak positif yang didapatkan UM adalah output prestasi kemahasiswaan menjadi tinggi. “Saat ini UM sangat getol pada pemeringkatan perguruan tinggi supaya klasterisasi universitas bagus, UM mendapat poin cukup tinggi di bidang kemahasiswaan. Poin kemahasiswaan mejadi lebih tinggi dibanding peringkat UM di bidang institusional. Dengan kata lain, juara umum itu berdampak pada nilai kemahasiswaan dalam pemeringkatan Kementerian Riset dan Teknologi Tinggi (Kemenristekdikti),” terang Yusuf saat ditemui di ruang kerjanya.


Reaksi Kampus Lain Atas Kemenangan UM
Ucapan selamat juga datang dari kampus lain. Mereka juga sudah cukup banyak yang coba membedah rahasia usaha di balik kemenangan UM, misalnya Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Airlangga (Unair), dan banyak perguruan tinggi lain. Semua rahasia di balik kemenangan MTQMN disampaikan oleh UM kepada mereka “Semua hal itu hanya sekadar konsep, yang terpenting bagaimana hal tersebut bisa terimplementasikan di lapangan. Juara yang diraih UM saat ini merupakan buah yang didapat dari proses panjang,” jelas dosen yang akrab dipanggil Ustadz Yusuf tersebut.


Pada MTQMN tahun 2013 persiapan dari UM masih terlalu mepet, tetapi UM bisa mendapatkan juara umum. Namun, lama-kelamaan proses itu terbentuk. Pada tahun 2015 UM meraih kemenangan untuk yang kedua kali, disusul pada tahun 2017, dan 2019 kembali meraih juara umum. Tidak masalah orang lain mengetahui dapur UM, tetapi ada lipatan-lipatan yang orang lain tidak tahu dan hanya UM yang mampu melakukannya. Contoh yang tidak bisa ditiru ialah semangat dedikasi dan loyalitas untuk persiapan mengikuti MTQ dengan sebaik-baiknya.


Ikatan Khusus Alumni Kafilah UM
Kunci kekuatan kafilah UM juga ada pada solidaritas alumni. Sebanyak 70 sampai 80 persen pembina kafilah UM adalah alumni yang telah menjadi juara di MTQ sebelumnya, sehingga mereka tau persis bagaimana membuat adik-adiknya juara. Alumni ini di-openi dengan beragam cara, ada beberapa alumni sukses yang diberikan dana untuk penelitian. Tentunya, hari ini hingga setereusnya dedikasi para alumni tersebut sangat dibutuhkan demi keberhasilan kafilah UM.


Terus Membangun Solidaritas
Tentunya tak ada kemenangan yang diraih tanpa kendala. Membangun solidaritas di antara kafilah dan para pembina menjadi salah satu kendala dalam ajang MTQ. Ada pembina yang sangat care dan ada pula yang sebaliknya. “Membentuk suatu kelompok yang solid itu susah dan membuat stres, sehingga di sini perlu ada seseorang yang bisa membangun kesolidaritasan atau menjadi mega. Di sini saya mengambil peran tersebut. Kita akan menang bersama-sama kalah juga bersama-sama, di sini mungkin ada bintang dan ada pendatang baru. Namun, percayalah kita akan bisa melewati semua itu dengan adanya solidaritas,” tutup Yusuf, dosen yang sekaligus menjabat Wakil Dekan III Fakultas Sastra UM tersebut. Irkhamin/Tanzilla