by nida | Jan 31, 2018 | rancak budaya
oleh Asri Ismail Perempuan adalah puisi. Ia yang menciptakan telaga kata. Dan saat hujan turun, kita yang tak sanggup menahan gerimisnya. Lupa pada kata-kata. Perempuan adalah doa. Ia yang hadir di setiap lekuk tubuh. Dan saat hujan turun, kita yang pura-pura...
by nida | Jan 31, 2018 | rancak budaya
Oleh: Mochammad Nurfahrul Lukmanul Khakim Penantian Sahabat Bersabarlah ketika Tuan naik kole-kole (Perahu kecil khas Sentani) menuju desaku di Pulau Asei. Kesiur angin danau yang sepoi-sepoi dan bukit-bukit berpohon yang jarang mengelilingi Danau Sentani akan...
by nida | Nov 1, 2017 | rancak budaya
oleh Ardi Wina Saputra Riuh gemuruh kalbu dalam degub jantungku tak pernah berhenti menanak risau walau sejenak. Setiap tamu yang kujamu semalam suntuk selalu terenggut nyawanya ketika surya mulai membersitkan cahaya dari ufuk timur. Kepalaku berdesir membayangkan hal...
by nida | Sep 7, 2017 | rancak budaya, wisata
Oleh : Iven Ferina Kalimata Beraninya Chang menantang Awatara Wishnu, Sri Krisna. Sudah pasti Kepala Desa itu bukan seorang brahmana. Sedangkan Krisna saja lebih mementingkan sapi daripada mahluk lainnya termasuk brahmana. Begitulah kata bapak yang tak pernah...
by nida | Jun 20, 2017 | rancak budaya
Oleh : Indra Yogatama Barangkali, merah adalah semacam kenang silam antara aku dengan ribuan malam. Mengucurkan darah di pertigaan cinta. Menghujani rasa dengan kelam silam sebuah memoar. Aku adalah prajurit cinta. Berkalung rasa, berselempang pedang, dan bergelar...
by nida | Jun 20, 2017 | rancak budaya
Oleh : Uswatun Khasanah Bocah-bocah bau kencur itu berlarian. Saling berpegang tangan. Melingkar. Menyanyikan lagu Suku-sluku Bathok di bawah tumpah ruahnya sinar rembulan Desa Gedangan. Bocah-bocah itu menyembulkan tawa sumringah di wajahnya, mengabaikan tatapan Nyi...