Entah dari mana asal muasal kedua istilah tersebut. Cabe-caben dan terong-terongan begitu populer saat ini menggantikan istilah ‘Alay’ yang sempat booming pertengahan tahun 2013. Cabe-cabean merupakan istilah yang ditujukan pada gadis-gadis remaja (SMP-SMA) yang menjadi bahan taruhan di arena balap liar. Kini para ABG cabe-cabean ini lebih memilih untuk menjual dirinya dengan tarif beragam. Berdasarkan data yang dilansir dari LagiNgetop.com, Kamis (2/10/2014), cabe-cabean terdiri dari tiga golongan yaitu cabe ijo, cabe merah, dan cabe orange. “Cabe ijo” merupakan kasta tertinggi di kelasnya. Hal ini dikarenakan para ABG-nya berkisar pada usia 14-17 tahun dengan tarif 500.000-30.000.000 (jika masih gadis). “Cabe merah” memiliki tarif yang lebih murah dibandingkan dengan cabe ijo. Usia ABG cabe merah berkisar antara 17-20 tahun. Sedangkan “cabe orange” berisikan para remaja belia yang umumnya memiliki hobi nongkrong di taman atau hanya sekedar kumpul engan para pembalap liar. Lain Cabe-caben, lain pula Terong-terongan. Terong-terongan adalah sebutan bagi para pelajar laki-laki labih yang gemar sekali tawuran.

Fenomena cabe-cabean dan terong-terongan muncul bukan tanpa sebab. Banyak faktor pendorong munculnya fenomena tersebut. Pertama, faktor keluarga. Keluarga sangat berperan dalam perkembangan psikis anak. Orang tua harus lebih bijaksana dalam mendidik anak. Sikap otoriter dan kasar yang dilakukan orang tua dalam mendidik anak akan mencetak mereka menjadi anak yang keras dan kasar. Fenomena terong-terongan menjadi hasil dari didikan orang tua yang keliru sehingga anak bersikap cenderung anarkis. Jika terong-terongan berasal dari pola didik orang tua yang otoriter maka lain halnya dengan cabe-cabean. Remaja perempuan yang menjadi cabe-cabean biasanya berasal dari keluarga broken home. Mereka merasa kurang mendapatkan kasih sayang hingga terjebak dalam pergaulan yang salah. Kita perlu menyadari bahwa sesungguhnya ketika anak terlahir, dia bagai kertas putih. Orang tualah yang mendampingi dan memiliki andil besar dalam perkembangan anak dikemudian hari. Kedua, faktor media. Tak dapat dipungkiri bahwa tayangan televisi masa kini tidak dapat menyugukan program yang memiliki nilai edukasi yang mendidik. Banyak stasiun televisi yang bersaing mengejar rating tanpa mempertimbangkan nilai edukasi dalam programnya. Bahkan acara-acara tv ini bisa dikatakan tidak bermutu. Masih segar dalam ingatan kita pertengahan 2014, acara joget merajai rating pertelevisian di Indonesia. Disusul dengan acara ‘relaksasi’ yang mampu membongkar rahasia dan aib para selebriti tanah air, dan tak ketinggalan pula sinetron-sinetron dramatis dengan adegan pelukan dalam setiap scene. Gaya selebriti bak raja dan ratu fashion ini kemudian dijiplak habis oleh komunitas cabe-cabean. Para cabe-cabean ini juga gemar membumbui kisah asmaranya dengan intrik-intrik dalam sinetron tontonannya sehingga kisah mereka penuh drama dan cenderung ‘lebay’. Ketiga, adalah fakor lingkungan. Apabila seorang anak bergaul dengan lingkungan yang buruk maka akan buruk pula sifat dan sikapnya.()

Menjadi tanggung jawab bersama

Cabe-cabean dan terong-terongan merupakan proses pencarian jati diri seorang anak. Pada saat anak masuk usia remaja mereka cenderung memiliki hasrat seksual yang tinggi dan bila salah dalam memilih pergaulan maka yang terjadi adalah fenomena cabe-cabean tersebut. Munculnya rasa ingin tahu dan hasrat seksual yang tinggi menjadikan para remaja putri ini melakukan perilaku berisiko yaitu prostitusi terselubung.

Telah ramai pemberitaan di televisi atas penangkapan para cabe-cabean di lokasi balapan liar. Seperti yang dilansir dalam Kompas.com, Minggu (6/4/2014) atas pernyataan seorang pengamat kepolisian UI yakni Bambang Widodo Umar, dijelaskan bahwa cabe-cabean memang tergolong crime tetapi masuk dalam juvenile delinquency (kenakalan remaja). Apabila ditindak pidana maka hukuman tersebut akan merusak mereka.

Nampaknya generasi muda Indonesia kini kehilangan jati diri mereka sebagai calon pemimpin bangsa yang akan mewarisi tanah air Indonesia dengan segala limpahan kekayaan alam dan budaya. Cabe-cabean dan terong-terongan merupakan fenomena yang memprihatinkan dan harus segera ditangani. Kita tahu bahwa Indonesia adalah negara yang dikenal memegang teguh nilai luhur ketimuran. Sungguh nilai tersebut bertolak belakang dengan kemunculan cabe-cabean dan terong-terongan yang menunjukkan remaja Indonesia cenderung bebas, brutal dan anarkis.

Fenomena cabe-cabean dan terong-terongan adalah tanggung jawab bersama. Tidak ada gunanya saling menyalahkan. Keluarga, pemerintah, dan lingkungan harus saling bekerja sama memberikan pengertian dan perhatian lebih terhadap generasi muda ini. Orang tua hendaknya mampu memposisikan diri sebagai teman sharing bagi anak agar tidak ada sekat yang memisahkan hubungan terbuka anak dengan orang tua. Anak harus senantiasa selalu diawasi dalam pegaulannya terutama dalam memilih lingkungan. Lingkungan yang baik akan menjadikan anak memiliki karakter yang baik pula. Begitu pula sebaliknya, apabila anak bergaul dalam lingkungan yang buruk maka sikapnya pun akan negatif.

 

Peran pemerintah sangat penting pula dalam mengatasi fenomena cabe-cabean dan terong-terongan yang sedang hits di negara ini. Namun, tampaknya mereka terlalu sibuk saling sikut untuk berebut kekuasaan di pemerintahan. Cara mereka mengejar jabatan pun juga tidak beradab. Jika diperhatikan, pemerintah juga memiliki andil dalam menciptakan para terong-terong ini. Lihatlah bagaimana tidak bermoralnya pada anggota dewan dalam sidang-sidang di parlemen. Sikap anarkis, lontaran kata-kata yang tak pantas, dan luapan emosi yang kacau balau menunjukkan bahwa para petinggi negara pun tidak jauh berbeda dengan komunitas terong-terongan yang masih belia ini. Belum lagi skandal sex para petinggi negara dan hobi beberapa anggota dewan yang gemar menonton blue film dalam sidang harian.

Keluarga, pemerintah, dan lingkungan sosial harus bahu-membahu membenahi krisis moral para generasi muda bangsa. Apakah bangsa ini telah kehilangan kesadaran bahwa para cabe-cabean dan terong-terongan inilah yang nantinya akan menjadi penerus bangsa Indonesia? Bisakah dibayangkan akan seperti apa bangsa Indonesia di masa depan?

UYUNUN SAFIRA – cabe-cabean vs