Sepulang dari sekolah, Sheisa akan menunggu angkutan umum dengan teman-teman yang lain. Sempat Sheisa melihat seorang perempuan yang keluar dari gang yang sejalan dengan jalan dari sekolahnya. Luar biasa… Wajahnya cantik seperti Jan Ye Won, penyiar TV Korea yang meliput Piala Dunia di Brasil yang akhirnya dia sendiri menjadi bahan liputan wartawan lainnya.

Esoknya Sheisa sekolah bersama Tika, sahabatnya. Sesampainya di sekolah, mereka melihat teman-temannya berkerumun melihat kelinci. Kelinci itu memang kurang gesit jadi mudah sekali tertangkap.

“Keren. Kelincinya lucu,” kata Sheisa, dia berhasil menangkap kelinci itu.

“Hati-hati Sha, dia bisa mencakar tanganmu!”

“Nggak kok, dia baik. Jinak kan?”

“Iya, tapi kamu tetap hati-hati”

“Aku ingin sekali memelihara kelinci ini.”

Bel tanda pelajaran pertama berbunyi, tidak mungkin kelinci itu dibawa. Akhirnya kelinci itu dilepaskan oleh Sheisa. Dia sempat memandang sebelum akhirnya kelinci itupun pergi. Sheisa masuk kelas. Pak Pur, wali kelas XII IPA  memperkenalkan seorang guru baru. Guru itu perempuan. “Lho..! Itu kan perempuan yang kulihat kemarin,” batin Sheisa.

“Silakan Ibu memperkenalkan diri.” Pak Pur mempersilakan perempuan itu memperkenalkan diri. Akhirnya mereka tahu bahwa namanya adalah Yani Riati Se Won.

“Kok ada nama Koreanya?”

“Bukan,” katanya

Kata guru baru itu Se Won adalah singkatan dari Senin Kliwon. Mereka semuanya tertawa. Perempuan ini terlihat menyenangkan. Wajahnya memang mirip dengan Jan Ye Won. Nama belakangnya pun Se Won.

“Kok mirip ya?” Pikir Sheisa.

“Apa ibunya mata duitan ya? Won itu kan mata uang Korea Selatan. Atau mungkin ibunya sedang gandrung dengan aktor-aktor Korea. Lee Min Hoo misalnya. Atau Kim Joon.”

Guru baru itu mengajar tentang lingkungan hidup. Dia mengajar seperti orang curhat. Mencurahkan hatinya yang selalu resah. Resah tentang banyaknya kendaraan bermotor terutama sepeda motor. Di negara-negara maju sepeda motor tidak sebanyak di negara berkembang.

 

Apakah pemerintah tidak mengalami kebijakan atas hal ini? Bagaimana kondisi jalanan sepuluh tahun yang akan datang? Tentang sampah-sampah di sungai dan di jalanan? Udara yang sangat panas? Kabut asap akibat kebakaran hutan?. Keresahan itu akhiRnya dijawab sendiri dengan penyampaian yang menarik.

Bel istirahat berbunyi. XII IPA berhamburan keluar. Sheisa dan guru itu keluar hampir bersamaan. Sheisa mencari kelinci itu lagi. Sheisa ingin sekali mendapatkan kelinci tadi.

“Sudahlah. Nanti minta ayahmu membelikan untukmu,” kata Tika.

“Tetapi yang tadi lain.”

“Lain apanya? Kelinci dimana-mana sama.”

Sheisa tidak bisa menemukan kelinci itu lagi. Hendak pulang sekolah pun kelinci itu tidak ada. Tetapi kelinci itu selalu ada di pagi hari sebelum jam pelajaran dimulai. Dan Sheisa selalu berangkat pagi-pagi supaya dapat bermain dengan kelinci itu.

Suatu hari, Tika menemukan kelinci itu bersimbah darah tertabrak sepeda motor. Dia yakin itu kelinci yang menjadi teman Sheisa setiap pagi. Segera Tika memberitahu Sheisa. Sheisa datang dan memeluknya. Dia sangat terharu dan membawa kelinci itu ke halaman sekolah, Sheisa meminta tukang kebun menguburkannya di halaman samping.

Bagi teman-teman yang lain kematian kelinci itu adalah hal yang biasa, meski tidak biasa bagi Sheisa. Yang mengejutkan adalah bersamaan dengan kelinci itu Bu Yani Riati Se Won tak hadir di sekolah. Padahal di hari itu jam mengajarnya penuh.

“Pak Pur, bagaimana Bu Yani, absen kok tidak ada beritanya?” Kata Bu Nur.

“Apa sakit Bu?” Kata Pak Pur menenangkan kemarahan Bu Nur.

“Sakit? Kan masih bisa sms kan?” Jawab Bu Nur kesal

“Nanti juga ada pemberitahuan mungkin Bu.”

Pukul 17.00, Sheisa baru saja selesai mandi dan langsung memutar channel stasiun TV lokal. Disiarkan berita tentang insiden kecelakaan, tampak dari foto KTP yang ditampilkan di layar, jelas itu foto Bu Yani dan nama yang disebut reporter adalah Yani Riati Se Won. Dialah satu-satunya korban meninggal. Sheisa tersentak. Sheisa mulai memberitahu teman-teman. Mereka benar-benar merasa terkejut dan tidak percaya. Namun Sheisa tidak begitu merasa berduka dan justru keheranan, “Mengapa kejadian ini bersamaan dengan matinya kelinci kesayanganku.”

Berita itu akhirnya sampai juga di sekolah. Para guru tampak berduka tak terkecuali Bu Nur ataupun Bu Shanti. Kesepakatan diambil dalam rapat mendadak “Sekolah dliburkan”.

 

Para guru bersiap untuk berangkat menuju rumah sakit. Sheisa dan teman-teman lain mengusulkan untuk ikut. Tetapi Bu Nur hanya mengizinkan lima orang siswa yang ikut. Suasana hening. Di ruang jenazah, Bu Yani Riati Se Won sudah terbungkus kafan. Tak ada kerabat ataupun keluarga yang mendampingi dan menjemputnya yang akan mengurus jenazahnya untuk dikuburkan. Pihak rumah sakit bertanya, “Apakah ada yang mau mengurusi pemakamannya dan biaya rumah sakit?” Mereka bingung.

Tiba-tiba, “Saya Pak. Keluarga saya yang mengurusnya,” seru Sheisa.

Dulu Sheisa tidak begitu tertarik dengan Ibu Yani ataupun pelajarannya. Pandangan penuh heran tertuju pada Sheisa. Ia menelepon ayahnya dan menceritakan semua yang terjadi. Kemudian jenazah dibawa ke rumah Sheisa untuk disemayamkan dan selanjutnya dimakamkan.

Beberapa hari kemudian, ketika pelajaran dimulai Sheisa merasa sangat mengantuk. Beruntung, Pak Pur yang mengajarnya berkata ada suatu urusan dengan dewan guru. Beliau memberi tugas beberapa soal kemudian meninggalkan kelas.

“Sheisa, terima kasih ya?” Kata Bu Yani.

“Tidak apa-apa Bu,” jawab Sheisa.

“Hanya kamu yang suka bermain-main denganku,” lanjut Bu Yani.

“Bermain-main? Apa maksud Ibu?” Tanya Sheisa heran.

“Ya sudahlah. Kamu suka kelinci kan?”

“Sebelumnya tidak.”

“Kenapa? Takut dicakar?”

“Iya Bu.”

“Tetapi kemarin kamu begitu suka dengan kelinci itu.”

“Bu, keluarga ibu dimana?”

“Kata pengasuhku, aku dibuang di sebuah tempat dekat bandara Incheon. Ibu kandungku memang orang Korea. Aku diasuh oleh orang Indonesia. Bersama dengan itu tertulis nama ‘Yan Se Won’. Ibu yang mengasuhku sudah meninggal. Anak-anaknya membenciku dan akhirnya aku tidak punya keluarga.”

“Oh begitu ya?”

“Sheisa, tanamlah mawar dan wortel di dekat kelinci dikuburkan!”

“Ibu tahu kalau kelinci itu mati?  Dan apa maksudnya tanaman mawar dan wortel?”

Tak ada jawaban. Yang ada Pak Pur berada di samping Sheisa dan teman-teman lainnya tertawa.

“Sheisa, mana jawaban dari tugas yang kuberikan?”

“Belum Pak.”

“Belum? Cuci muka dan tunggu di luar sampai pekerjaan selesai!”

Malam harinya, pertanyaan yang tak terjawab dalam mimpi Sheisa tadi siang membuatnya tidak bisa tidur. Lama sekali dia merenung. Ingin sekali dia mendapat jawaban tentang apa hubungan antara kelinci dengan gurunya itu. Dan akhirnya tertidur lewat tengah malam. Dalam mimpinya ia melihat Bu Yan menggendong kelinci.

“Bu Yan, aku tadi dihukum.” Sheisa mengadu kepada Bu Yani.

“Maafkan aku, sayang.”

“Ibu kenapa datang lagi?”

“Ibu ingin membalas pelukanmu sayang.”

“Membalas pelukanku? Kapan aku memeluk Ibu?”

Bu Yan mendekat dan memeluk Sheisa yang makin bingung. Setelah melepas pelukannya, Bu Yan mengatakan,”Kelinci akan menjadi inspirasi usahamu, berjuanglah untuk sukses.” Bu Yan menjauh dan pergi.

Beberapa tahun kemudian, Sheisa telah memproduksi ratusan item yang bermotif kelinci, seperti sandal, kaos, bantal, gantungan kunci, dan lainnya. Dia masih ingat Yan Se Won dan kelinci. Apa hubungan di antara mereka?

 

elba angelia alianti-KELINCI MISTERIUS DAN GURUKU

Penulis: Elba Angelia A